Lihat ke Halaman Asli

Masih Perlukah Cabang Rutan?

Diperbarui: 8 Maret 2018   19:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gedung Rutan Depok. Sumber: arsip pribadi

Ada reaksi masyarakat yang cukup hangat terhadap pemberian remisi bagi seorang narapidana yang ditempatkan di cabang rutan Brimob. Masyarakat mempertanyakan, apakah sang terpidana tersebut layak untuk mendapat remisi jika ternyata yang bersangkutan menjalani pidana TIDAK di lembaga pemasyarakatan (lapas)? Lalu, program pembinaan apa yang telah dijalankan oleh cabang rutan tersebut sehingga sang terpidana akhirnya layak mendapat predikat "berkelakuan baik" sebagai syarat untuk mendapatkan remisi?

Tulisan ini tidak akan masuk pada ranah pemberian remisi tersebut, karena jawabannya tentu akan juga dapat menimbulkan "kehangatan" yang lain. Tetapi, tulisan ini akan masuk pada aspek lain, yaitu tentang keberadaan cabang rutan yang dikelola oleh instansi di luar Kementerian Hukum dan HAM. Dalam tataran yuridis, pertanyaannya adalah masih perlukah ada cabang rutan di luar Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham)?

Jika mengacu pada penjelasan pasal 22 ayat (1) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) disebutkan bahwa selama belum ada rumah tahanan negara di tempat yang bersangkutan, penahanan dapat dilakukan di kantor kepolisian Negara, di kantor kejaksaan, di lembaga pemasyarakatan, di rumah sakit dan dalam keadaan yang memaksa di tempat lain.

Penjelasan pasal ini memberikan pemahaman bahwa penahanan di tempat-tempat lain, seperti di kantor Kepolisian Negara, kantor kejaksaan, lembaga pemasyarakatan, rumah sakit, dan dalam keadaan yang memaksa di tempat lain, hanya dapat dilakukan apabila di tempat tersebut belum terdapat rumah tahanan negara (Rutan). Jadi, prinsipnya adalah apabila sudah terdapat rutan, maka, mengacu penjelasan pasal ini, tidak dimungkinkan lagi dilakukan penahanan di luar Rutan.

Munculnya penjelasan pasal 22 ayat (1) KUHAP tersebut sangat dapat dipahami karena pada saat disahkannya KUHAP, jumlah rutan masih sangat sedikit (terbatas). Kondisi ini tentu sangat berbeda dengan masa sekarang, di mana hampir di setiap kabupaten/kota sudah terdapat Rutan. Berdasarkan data pada Direktorat Jenderal Pemasyarakatan per Januari 2018, menunjukkan bahwa jumlah rutan adalah 219 unit di seluruh Indonesia. 

Selanjutnya, dalam Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan KUHAP, Pasal 18 menyebutkan:

  1. Di setiap Ibu Kota Kabupaten atau Kotamadya dibentuk Rutan oleh Menteri.
  2. Apabila dipandang perlu Menteri dapat membentuk atau menunjuk Rutan di luar tempat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang merupakan cabang dari Rutan.
  3. Kepala Cabang Rutan diangkat dan diberhentikan oleh Menteri. Yang dimaksud Menteri dalam aturan ini adalah Menteri Kehakiman (sekarang Menteri Hukum dan HAM).

Berdasarkan pada ketentuan pasal tersebut diatas maka dapat dipahami bahwa dalam keadaan tertentu, Menteri dapat membentuk Cabang rutan. Tetapi, Cabang rutan yang dimaksud dalam ketentuan ini adalah Cabang rutan yang berkedudukan di kecamatan (lihat penjelasan pasal ini). Pembentukan Cabang rutan di kecamatan pada umumnya didasarkan karena alasan geografis, yaitu luasnya wilayah kabupaten yang bersangkutan.

Selanjutnya, pasal 38 PP 27/1983 disebutkan bahwa:

  1. Sebelum terbentuknya rutan berdasarkan Peraturan Pemerintah ini, Menteri menetapkan lembaga pemasyarakatan tertentu sebagai rutan.
  2. Menteri dapat menetapkan tempat tahanan yang terdapat dalam jajaran Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kejaksaan dan tempat lainnya sebagai cabang rutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2).
  3. Kepala cabang rutan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) memberi laporan bulanan tentang tahanan kepada Kepala Rutan yang daerah hukumnya meliputi cabang rutan tersebut.

Berdasarkan ketentuan Pasal 38 tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut:

1. Bahwa lapas dapat melaksanakan fungsi sebagai tempat penahanan, jika belum terdapat rutan di wilayah tersebut.

2. Menteri dapat menetapkan tempat tahanan instansi lain, seperti di kepolisian, kejaksaan, BNN, dan lainnya sebagai cabang rutan. Namun harus dipahami bahwa ketentuan pasal 38 ini terdapat di dalam Bab Peralihan (bukan di dalam batang tubuh) PP 27/1983. Apa makna bab peralihan?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline