“Salam demokrasi, dalam menyambut mayday dan hari pendidikan nasoinal kami mengundang kawan-kawan mahasiswa, untuk hadir besok 1 Mei 2011 untuk berpartisifasi dalam menyuarakan suara rakyat dan menuntut pendidikan murah untuk rakyat, pukul 09.00 berkumpul di lapangan Renon(Bali), “ secarik kata-kata tersebut masuk dalam inbok ponselku beberapa minggu yang lalu.
Setiap kali ada agenda nasional ataupun agenda “dadakan” dalam menyikapi kebijakan pemerintah, entah pusat maupun daerah. SMS para aktivis kampus begitu rajin menginformasikan hal tersebut.
Bahkan terkadang kuliah dan tetek bengek tentang kampus, terlupakan begitu saja. Terlalu asyik berbaur dengan mereka(pendemo). Suara gemuruh lantang di jalanan bahkan depan gedung DPR bergema. Memasang muka pedas dan “sok hebat”. Kebijakan ini itu disikapi dengan data valid ala agen perubahan:Ya, mahasiswa.
Belum lagi spanduk-spanduk yang mengandung pesan, mengumpat bahkan menyumpahi pemerintah untuk lengser. Dan terkadang proverti yang di gunakan seperti ban, spanduk ,dibakar di hadapan para Satpol PP maupun Polisi , yang (mungkin) telah bosan melihat mahasiswa tipe seperti itu.
Demo adalah Suka Cita
Menyambung hal diatas, setiap peringatan hari nasional di negeri ini selalu disambut dengan suka cita yang beragam. Seperti Mayday dan Hari Pendidikan Nasional belakangan ini.
Aksi demonstarsi yang begitu besar dan berbau anarkis pun tak terelakkan. Namun sayangnya pemerintah, tak “tertarik” dengan aksi tersebut. Apa yang menjadi keinginan rakyat/mahasiswa dalam demo dimentahkan begitu saja.
Teriakan panas pun, hanya sekadar membuang energi yang tak terasa. Namun sangat terasa, ketika pasca demo. Letih dan lesu. Itu adalah pengalaman pribadi saya.
Setiap kali demo, baik pemerintah yang “sok” dalam memberikan pandangan umumnya mengenai hal yang dipergunjingkan mahasiswa, merupakan bahasan, yang katanya(Gubernur,DPRD) juga acapkali menjadi bahan dalam rapat. Dan sesegera mungkin akan, di tiindak lanjuti di lapangan.
Toh nyatanya, tak ada perubahan sedikit pun. Malah berbuntut pada masalah yang satu, kemudian berkembang biak, seperti virus. Mahasiswa pun kecewa lagi. Pada akhirnya, demo lagi, dan demo lagi. Terus seperti itu, tanpa adanya tindakan yang berarti. Sebatas retotika belaka.
Sekadar Usulan