Lihat ke Halaman Asli

Awindya Raina Hafizh

Mahasiswa Fakultas Hukum

Kekerasan Pada Anak: Bagaimana Memberikan Keadilan dan Menyembuhkan Trauma Bagi Korban?

Diperbarui: 1 Mei 2024   00:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Menurut World Health Organization (WHO) kekerasan terhadap anak adalah suatu tindakan penganiayaan atau perlakuan salah pada anak dalam bentuk menyakiti fisik, emosional, seksual, melalaikan pengasuhan dan eksploitasi untuk kepentingan komersial yang secara nyata atau pun tidak dapat membahayakan kesehatan, kelangsungan hidup, martabat atau perkembangannya, tindakan kekerasan diperoleh dari orang yang bertanggung jawab, dipercaya atau berkuasa dalam perlindungan anak tersebut.

Kasus kekerasan terhadap anak sudah lama ada di tengah masyarakat dan masih terus terjadi hingga saat ini, padahal perilaku tersebut sudah jelas melanggar hukum yang berlaku dan menimbulkan konsekuensi hukum bagi yang melanggar. Seperti yang sudah tertulis dalam Undang-Undang perlindungan anak, yaitu pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Tercatat pada November tahun 2023 terdapat 15.120 kasus kekerasan terhadap anak yang terjadi di Indonesia. Lalu baru-baru ini terjadi kasus penganiayaan yang dialami anak selebgram Aghnia Punjabi, yaitu JAP yang masih berumur 3,5 tahun. Ia menjadi korban kekerasan pengasuhnya IPS (27) pada Kamis, 28 Maret 2024 yang tengah menjadi sorotan publik. Aghnia pernah mengalami kasus serupa sebelumnya namun saat itu Aghnia masih memaafkan dan memilih untuk tidak melaporkannya pada pihak kepolisian.

Hal tersebut membuat netizen berkomentar dan menyudutkan Aghnia, sebab terdapat beberapa orang yang mengatakan bahwa Ibu dari korban tersebut terlalu sibuk bekerja dan kurang memperhatikan buah hatinya. Sebagai seorang Ibu tentu saja Aghnia merasa terpukul dan bersalah ketika melihat kondisi anaknya yang sangat mengkhawatirkan.

Tetapi jika dilihat dari sudut pandang lain sebenarnya Aghnia meninggalkan anaknya tersebut karena ia merupakan tulang punggung yang harus bekerja demi kebutuhan hidup keluarganya dan demi masa depan anak-anaknya agar lebih baik. Maka ia menitipkan anaknya tersebut kepada pengasuhnya yang sudah dipercaya selama kurang lebih 1 tahun.

Pengasuhnya tersebut dengan keji melakukan penganiayaan pada anak yang masih berusia 3,5 tahun dengan cara mencubit, menindih, menjewer, hingga memukulnya. Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Polresta Malang memberikan hasil interogasinya dan terbukti bahwa tersangka memukul korban menggunakan buku dan bantal, juga menyiramkan minyak gosok ke badan korban.

Untuk itu Aghnia meminta tersangka dihukum seberat beratnya dan atas perbuatannya tersebut akhirnya tersangka dijerat dengan Pasal 80 (1) sub (2) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU No. 23/2002 sub Pasal 77 UU No. 35/2014 Perubahan atas UU No. 23/2002 tentang Perlindungan Anak, juga berupa ancaman 5 tahun penjara dan denda Rp100 juta.

Kekerasan tidak hanya meninggalkan bekas luka pada tubuh anak tetapi juga meninggalkan trauma yang cukup serius pada anak, bahkan trauma tersebut akan membekas hingga mereka beranjak dewasa. Dengan ini, maka penting bagi kita untuk melindungi anak-anak dari segala bentuk kekerasan seperti dalam bentuk kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan seksual dan kekerasan sosial. Dan dapat memastikan bahwa mereka tumbuh dan berkembang dalam lingkungan yang penuh kasih sayang dan aman.

Dalam kasus ini korban mengalami trauma yang cukup berat karena korban sempat mengigau ketakutan selama 5 kali dan tidak dapat tidur dengan nyenyak. Dengan tindakan yang cepat saat itu juga Polresta Malang Kota memberikan tim trauma healing untuk melakukan pendampingan terhadap korban. Sebab untuk menyembuhkan trauma pada korban terdapat proses yang kompleks dan membutuhkan waktu.

Oleh karena itu, menurut penulis perlindungan hukum bagi korban sangat penting untuk mengurangi kasus yang sama terulang kembali. Namun, bantuan hukum terhadap anak korban tindak pidana kekerasan di Indonesia tersebut tidak semuanya dilaksanakan dengan tepat dan masih terdapat kendala yang dijumpai, baik kendala dari faktor internal dan juga kendala dari faktor eksternal. 

Pelaksanaan dari perlindungan hukum tersebut kenyataannya masih belum dapat dilaksanakan secara maksimal sesuai dengan kebijakan peraturan perundangan yang ada di Indonesia. Juga keadilan bagi korban kekerasan hak-haknya harus dipenuhi, misalnya korban harus mendapat pemulihan dan penyembuhan dari traumanya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline