Pada saat ini, kita hidup di era digital. Sebuah era dimana manusia hidup berdampingan dengan teknologi yang sudah berkembang dengan sangat pesat. Sebuah era dimana manusia dapat saling berkomunikasi dimanapun mereka berada. Sebuah era dimana manusia dapat mengetahui informasi secara tepat waktu. Aktivitas masyarakat hingga informasi disebarluaskan dengan menggunakan teknologi digital. Cara interaksi manusia saat ini digantikan dengan interaksi melalui digital, seperti kehadiran SMS, e-mail, whatsapp, twitter, dan lain – lain. Bahkan baru – baru ini, teknologi metaverse diperkenalkan kepada masyarakat dunia sebagai salah satu lingkungan virtual yang dapat dimasuki oleh penggunanya seolah – olah secara nyata.
Indonesia bukanlah negara yang tertinggal dalam bidang tekonologi informasi. Soal kepemilikan gadget, mayoritas masyarakat Indonesia sudah memiliki handphone. Hal ini membuat, banyak sekali masyarakat Indonesia yang menggunakan internet sebagai cara mereka berinteraksi dengan orang lain. Meksi demikian, internet juga menghadirkan masalah karena mudahnya informasi mengalir secara bebas di internet. Dari banyaknya informasi yang diterima oleh seseorang setiap harinya, ada kemungkinan bahwa informasi tersebut merupakan informasi yang salah atau biasa disebut hoaks.
Maraknya hoaks yang tersebar di internet, seharusnya membuat masyarakat Indonesia mencari sumber-sumber lain untuk mencari kebenaran suatu berita seperti berita televisi. Berita televisi tentunya dapat menjadi pilihan masyarakat untuk mencari informasi yang berkualitas. Namun, menurut data yang dilansir oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) tentang kualitas program siaran televisi pada tahun 2016 menunjukkan bahwa berita di televisi masih di bawah standar yang ditetapkan oleh Komisi Penyiaran Indonesia. Hal ini berarti kualitas berita televisi di Indonesia masih rendah.
Rendahnya nilai kualitas berita di televisi juga didukung fakta bahwa berita di televisi belum dipilih sebagai sumber informasi utama oleh masyarakat Indonesia . Sebuah survei yang dilakukan oleh tim literasi digital dari Kemeterian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) memberikan informasi bahwa 82,8% alasan masyarakat Indonesia menggunakan media sosial adalah untuk membantu dalam komunikasi dan berinteraksi dalam kehidupan sehari-hari. Data ini menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia sudah cukup terbiasa berinteraksi di dunia digital. Data ini juga menunjukan bahwa sebagian besar masyarakat Indonesia mendapatkan informasi dari internet.
Menurut Katadata Insight Center (KIC) yang bekerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika, setidaknya 30% sampai 60% orang Indonesia terpapar hoaks saat mengakses internet. Sementara itu hanya 21% sampai 36% saja yang mampu mengenali hoaks. Hal ini terjadi karena tingkat literasi digital masyarakat Indonesia belum tinggi sehingga sebagian masyarakat Indonesia dapat dengan mudah termakan oleh informasi yang salah atau hoaks.
Fenomena berita hoaks melalui media sosial dapat menimbulkan berbagai opini masyarakat. Penyebaran berita hoaks dapat menimbulkan keresahan di kalangan masyarakat. Penyebaran berita hoaks juga mampu mengakibatkan perpecahan dalam suatu kalangan maupun bangsa. Ada berbagai alasan mengapa sebagian masyarakat Indonesia mudah percaya hoaks yaitu kebiasaan membaca judulnya saja, hanya mempercayai sumber tertentu, belum bisa membedakan informasi salah maupun benar, dan enggan mencari kebenaran suatu informasi atau berita.
Melihat fenomena berita hoaks, terdapat hal yang dapat diperdalam yaitu banyaknya masyarakat yang termakan oleh berita hoaks di internet. Banyak masyarakat Indonesia mudah percaya pada berita hoaks terutama mengenai isu sensitif seperti isu agama, politik, dan lain – lain. Hal ini menunjukan bahwa tingkat literasi masyarakat Indonesia masih ditingkat rendah. Pada dasarnya kemampuan literasi yang baik dapat melindungi masyarakat dari hoaks, penipuan, dan lainnya. Sangat disayangkan akses internet yang semakin tersebar luas ternyata belum diiringi dengan meningkatnya kemampuan masyarakat dalam membedakan berita yang benar atau salah.
Menurut saya, masyarakat Indonesia perlu membiasakan membedakan antara hoaks dengan informasi yang benar. Sebagai contoh yang terjadi pada beberapa tahun yang lalu yaitu isu 10 juta tenaga kerja dari China masuk ke Indonesia. Isu ini mengungkapkan bahwa Indonesia telah kedatangan 10 juta tenaga kerja asal China dan siap untuk merebut lapangan kerja di Indonesia. Hal ini membuat berbagai macam opini di kalangan masyarakat padahal berita ini tidak benar. Tentu saja fenomena ini sangat menyedihkan karena banyak sekali masyarakat Indonesia yang percaya dengan isu ini. Padahal isu sensitif seperti ini dapat menggangu kerukunan masyarakat dan berpotensi menyebabkan perpecahan diantara masyarakat.