Lihat ke Halaman Asli

Ahmad Wildan

Arsitektur

Kopi Malam Minggu Ayah

Diperbarui: 24 Juni 2015   01:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menurut ayahku hanya Ibuku lah barista favoritnya, sepanjang tiga puluh tahun usia pernikahan mereka hanya Ibu yang tahu betul racikan kopi terbaik untuk Ayahku. Padahal jika kuperhatikan tidak ada bahan tambahan yang diberikan Ibu, beberapa sendok kopi arabika giling, beberapa sendok gula semut itu pun takarannya sering berubah-ubah sesuai dengan ukuran gelas dan mood Ibu.

Ketika Ibu harus keluar kota tak ayal Ayah kalang kabut, beliau berusaha membuat kopi, namun masih tak enak menurutnya, jika sudah begitu Ayah akan menyuruhku untuk membuatkannya kopi, agak malas memang karena aku enggan mendengar komentar pedas Ayah, tapi aku tetap berusaha membuatnya.

“Ah..enggak enak kopinya! gimana mau buatin suamimu nanti” komentar Ayah setelah mencicipi kopi buatanku, beliau terhenti pada hirupan kedua. Setelah itu kopi tak disentuh lagi hingga dingin. Karena penasaran kucicipi kopi buatanku takut jika ada yang salah dengan racikanku, rasanya biasa saja, wangi khas kopi, manis dan dingin karena sudah terlalu lama dibiarkan ”Ayah merepotkan!” umpatku dalam hati.

Aku pernah bertanya pada Ibu mengapa Ayah hanya mau kopi racikannya. Sedikit bingung untuk mendapatkan jawaban, Ibu hanya tersenyum dan mengangkat kedua bahunya, sepertinya beliau pun tak tahu.

Ingin rasanya aku bertanya pada Ayah, mengapa kopi buatanku tak pernah enak walaupun sudah mengikuti instruksi dari Ibu, tapi aku enggan bertanya, aku malu.

“Semoga saja suamiku kelak tidak doyan kopi” anganku berharap.

—- suatu malam minggu di bulan Februari —-

Ini kali pertamanya aku membawa pasangan ku ke rumah, dia ingin bertemu dengan keluargaku katanya. Ayah dan Ibu sudah menunggu di ruang keluarga, “Van ini Ayahku, ini Ibuku, Bang Randy sedang keluar sepertinya” ujarku pada Ivan pasanganku, selanjutnya pembicaraan pun mengalir dengan menyenangkan.

“Lho Rin, Ivan tidak kamu buatkan minum?” Ibuku bertanya ditengah pembicaraan, “oh iya, Van kamu mau minum apa?”, “kopi hitam panas boleh, malam ini agak dingin” pintanya, “tolong buatkan Ayah satu ya” seloroh Ayah tak mau ketinggalan.

Pembicaraan kami semakin hangat seiring habisnya kopi digelas kami, tak terasa waktu sudah larut, Ivan berpamitan untuk pulang. Ketika kubereskan sisa kopi tadi baru kusadari bahwa kopi buatanku untuk Ayah habis, yang tersisa hanya ampas kopinya saja.

— pagi di hari minggu —

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline