Kelompok tani Tranggulasi terletak di Dusun Selongisor, Desa Batur, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang. Kelompok tani ini berdiri pada tahun 2000 dan masih bertani secara anorganik. Awal kelompok tani ini berdiri masih menerapkan sistem pertanian konvensional. Keterbatasan para petani untuk membeli saprodi berupa pupuk dan pestisida tidak lagi terjangkau harganya karena itu kelompok tani Tranggulasi beralih dari pertanian sistem konvensional menjadi pertanian organik. Mengajak petani untuk berubah dalam sistem budidaya tanaman secara organik menjadi tantangan bagi kelompok tani Tranggulasi. Perjuangan untuk mengajak para petani membentuk kelompok tani organik tidak mudah, karena para petani masih meragukan sistem bercocok pertanian organik kurang mendapatkan hasil yang memuaskan.
Orang yang mengajak melakukan pertanian organik di desa tersebut yaitu bapak Pitoyo. Pak Pitoyo ini berusaha melakukan pertanian organik agar para petani lainnya dapat melihat hasilnya, akan tetapi dalam perjuangannya banyak mendapatkan celaan dari orang sekitar. Karena perbedaan yang dilakukan sudah menunjukkan hasil, petani lain mulai mempunyai tanggapan positif. Pada tahun 2000 mulai terbentuknya kelompok tani organik yang memenuhi pasar lokal dan eksport.
Didalam kelompok pertanian ini lebih pada proses tanam dan pemasarannya para anggota kelompok setor ke gudang untuk di sortir dan diserahkan kepada eksportir. Kelompok tani ini menjual berbagai sayuran untuk di ekspor dan dijual ke Superindo. Dalam pengambilan barang biasanya para anggota kelompok mengantar barang tersebut ke gudang, jika barang dari kelompok sudah mencukupi maka tidak mengambil barang lagi dari masyarakat, akan tetapi jika barang tidak mencukupi maka mengambil dari masyarakat dengan proses seleksi terlebih dahulu. Dalam proses pengambilan keputusan kelompok tani Tranggulasi ini memakai sistem musyawarah yaitu mereka mengadakan rapat rutin satu bulan sekali. Akan tetapi jika ada sesuatu yang harus dirapatkan segera dapat mengadakan rapat.
Kendala yang dihadapi kelompok tani ini pada saat peralihan dari konvensional ke organik, karena masyarakat tidak percaya bahwa jika menggunakan sistem organik akan berhasil, sehingga banyak cemooh dari masyarakat sekitar. "Banyak terutama di lingkungan, jarang orang yang yakin jika pertanian organik berhasil, bahkan tidak hanya teman-teman petani tapi orang rumah juga tidak ada yakin, sehingga kenapa harus organik, bahkan diejek, di marahi sama orang tua dan istri karena tidak akan berhasil. Tetapi itu yang mendorong dan memberi keyakinan bahwa itu sebuah tantangan sehingga tantangan itu yang menimbulkan keyakinan bahwa itu akan menjadi lebih baik, yang perlu diketahui program go organik dicanangkan pada tahun 2010, padahal kita melakukan pada tahun 2004, jadi duluan kita " berikut yang dikemukakan oleh bapak Pitoyo.
Walaupun pada awalnya mereka mengalami kegagalan, akan tetapi dengan semangat mereka dan sifat pantang menyerah mereka berhasil menanam tanaman organik dan mengembangkannya. Salah satu inovasi yang dilakukan oleh kelompok tani ini adalah mereka menguji coba mencampurkan sisa-sisa sayuran atau tanaman lain yang berbau menyengat dan dijadikan pestisida untuk mengusir hama yang akan mengganggu tanaman tersebut. Hasil yang dimiliki oleh kelompok tani ini berasal dari para anggota kelompok yang menanam tanaman varietas tanaman yang dikumpulkan di gudang, apabila stok di Gudang kurang maka mereka akan mengambil dari masyarakat sekitar dengan melalui proses sortir agar barang yang didapatkan tetap berkualitas dan sesuai dengan pesanan. Masyarakat desa menerima keberadaan adanya kelompok tani organik di desa ini bahkan mereka mulai mengikuti bertanam organik. Selain itu tanggapan masyarakat sangat baik karena selain membuat desa menjadi dikenal orang, masyarakat juga diuntungkan karena tamu-tamu yang datang berkunjung terkadang juga belanja di desa tersebut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H