"Nggak masalah kan ya? toh yang penting kita ini bukan berjauhan." Dengan santainya dia bertutur seperti itu.
Menurutku merah itu alamiah, dia lebih menyukai ungu. Aku coba lebih memilih putih yang setauku adalah natural, justru hitam yang dia tawarkan.
"Hitam jauh lebih memikat, ungu jauh lebih santai ketimbang abu-abu, memilih putih saatnya belum tepat." Dengan ringannya dia mengatakan itu.
Aku memberikan alasan, dia selalu saja memiliki jawaban. Aku bersiap diri untuk ditinggalkan, dia malah bilang mana bisa tahan kalau sendirian. Lucu sekali bukan? begitulah adegan perjalanan, semenjak saat itu hingga detik ini di menit yang kesekian.
"Aku cuma butuh itu, sementara kamu butuhnya itu ini." Ungkapnya kemudian.
"Bukankah justru sebaliknya?" tanyaku to the point, daripada hanya tersimpan saja di dalam bagian hati yang terdalam.
Begitulah, ketika bertahan hanya untuk apa, dan kalaupun terus dijalani hanya akan sekadar yang seandainya lalu berujung terserah saja.
Kadang dan sangat mungkin adalah satu rupa kebijakan, ketika satu kata Adios ataupun Sayonara bahkan tiga kata yang tertulis Hasta La Vista ... butuh banget untuk sesegera mungkin dikemukakan.
Bandung, Juli 2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H