Pernah jauh tertinggal, lalu ditinggalkan. Pernah keruh menyebar, tersebar ke setiap penjuru arah. Pernah jatuh, terjerembab, penuh sesak. Pernah, pernah, yang memang benar. Pernah.
Sungguh, sangat luar biasa. Menengok ke kiri, alamat palsu. Mencoba ke kanan, jalan buntu. Melihat ke atas, remang-remang. Menyisir ke samping lalu turun ke bawah, gelap gulita.
Fase.. meski tidak mau, tetap saja berlaku. Meski tidak ingin, tetap saja terjadi. Mencoba memilih, seolah-olah tidak tersedia pilihan. Mencoba lari atau bahkan bersembunyi, itu bukan jawaban.
Fase.. berjalan sendiri, ada yang mengikuti. Mencoba bersinergi, muncul beda persepsi. Hanya bertahan, malah stagnan. Menemukan keramaian, nyatanya bukan kebutuhan.
Fase.. sedikit bicara, dikelabui. Rajin bertutur kata, dianggap kurang bijaksana. Sekadar mengamati, malah jadi merasa geli sendiri. Mencoba belajar mengikuti, justru gelisah kerap menghampiri.
Pada akhirnya.. ada baiknya lebih mau mengenali diri sendiri terlebih dahulu. Apa yang memang perlu, lakukan. Apa yang tidak perlu, urungkan. Potensi adalah potensi, kembangkan.
Pada akhirnya.. cukup berdiskusi dengan diri sendiri terlebih dahulu. Lalu merancang hari demi hari, menjalani jam dengan secukupnya terpejam, meniti menit tanpa harus berkelit, merasakan detik per detik yang berlalu, seiring damai qolbu.
Pada akhirnya.. jalan itu terbuka, seiring percaya. ruang itu terbentang, ruang itu nyatanya memang masih cukup lapang, selain tidak tersedia tampak yang gersang.
"Past, present, future.. masa lalu itu bumbu, masa sekarang itu berjuang. Tentang masa depan, itu semua tengah diupayakan."
Bandung, 11 April 2022