Tinta itu.
Hitamku muncul di situ, putihku tak menentu.
Hitamku bergerak bebas, batas mendadak bias.
Hitamku mewujud diksi, tebar narasi dari pelbagai sisi.
Hitamku kian membumi, kendali acapkali memilih grogi.
Hitamku mewakili, menganyam larik menyibak terik.
Larik nurani, kadang menepi. Terik naluri berdiam diri.
Merasa cukup, untuk tak sanggup. Hanya terkatup, tiada terketuk.
Tintaku memang begitu, itu memang hitamku.
Salam Puisi
Bandung, 13 Maret 2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H