Lihat ke Halaman Asli

Sayang Dong, Andai Berujung Percuma

Diperbarui: 8 Desember 2020   23:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: Olah Pribadi


Umurku, adalah jatahku. Untuk apa dan akan berakhir di kondisi yang seperti apa. Apakah yang akan membawa tenang dan bahagia? atau justru merana yang mungkin dan bisa saja ada unsur yang membawa cela?

Usiaku, adalah bekal yang sangat berharga untuk diriku. Menjalani hari, mengarungi waktu ke waktu yang mana bisa, untuk sekadar mengisinya dengan hanya menuruti hawa nafsu.

Nyawaku, hanya akan berkisar di angka puluhan saja. Selain memang hanya sedikit yang bisa sampai hingga ratusan, itupun orang lain yang belum tentu adalah aku.

Kerap, pepatah hanyalah pepatah. Sering, pengalaman hanya sekadar pengalaman saja. Acapkali lupa diri akan kebaikan yang justru, teruntuk diri dan bagi diri sendiri sebagai pribadi.

Sempatkan bertanya kepada nurani diri sendiri. Sempatkan untuk benar-benar mengetahui, intuisi yang tertanam di dalam diri sendiri sebagai pribadi.

Dahulukan yang bukan keegoisan. Utamakan yang nilainya adalah keberkahan perjalanan, mengarungi rupa suasana di ragam adegan kehidupan.

[Self Reminder]

Mungkin kamu tidak akan menangisi apapun tingkah polahmu. Tapi coba bayangkan, banyak orang yang menangisi bahkan menyesalkan tindak-tindakmu yang ternyata pada akhirnya justru merugikan dirimu sendiri.

Andai memang belum sanggup untuk memberi, belajar untuk bisa menerima. Andai memang hanya akan jadi merugikan diri sendiri sebagai pribadi, untuk apa merajalela.

Kerap, waktu bersedia menemanimu. Namun sayang, kerap pula terlena yang pada akhirnya waktu dan usia seakan menjadi percuma saja.


Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline