01.
Mungkin kemarin masih terlelap, belum terbangun.
Mungkin hari ini masih rabun, sebab kerap tertegun.
Mungkin esok akan mulai terenyuh, lalu bersandar di satu titik teduh. Keteduhan;
Rasa yang merasa, mana mau sebabkan luka.
Rasa yang menggema, bukan hanya untuk lara.
Rupa serupa pura-pura, lupa akan apa bijaksana.
Ada kelak yang akan, membuat tergeletak.
Tak akan sanggup terbahak. Sesal yang nampak, bisa saja akan tersibak.
Lalu berteriak, mungkin merangkak;
02.
ujarmu semestinya jadi ajar
bukan lajur yang keluar dari jalur
ujarmu semestinya melaju yang menuju bukan tertuju pada bulir-bulir ragu keraguan, meragukan;
ujarmu sebaiknya mampu, usir pilu yang kerap merindu
bukan terlalu, yang hanya di kisaran buntu
entah dimana titik temu, entah dimana titik tumpu yang tengah menunggu;
03.
Baik;
Menepilah, berlalulah. Sesuai pikir yang bersarang di polamu yang berulah.
Baik;
Baik-baiklah di ujung sana. Ujung yang sebaiknya berujung yang beruntung bergunung-gunung.
Baik;
Sebaiknya bersandarlah di satu pagar, yang tidak akan memilihmu mengumbar derai.
04.
Aku telah, memilih tinggal. Namun sayang, ditinggalkan.
Aku pernah, memilih tunggal. Namun sayang, diduakan.
Aku sempat, memilih tanggal. Namun sayang, ditangguhkan.
Aku kini;
Meninggalkan, menanggalkan.
Mohon maaf;
Aku enggan, tinggal. Aku memilih terpisah, tercoret dari penanggalan.
05.
Jiwa-jiwa yang menang, tidak berteman bimbang.
Jiwa-jiwa pemenang, tidak sembarang.
Bukan pemberang, namun siap menantang, tantangan.
Tidak ada reka ulang;
Apa saja yang terjadi, itu semua menjadi. Sekumpulan gambaran, rupa-rupa kenyataan;
Salam Fiksiana, DS 03/10/2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H