Minggu pagi itu barangkali menjadi pagi yang diingat oleh warga Amerika Serikat bahkan dunia sekalipun. Tiada firasat apapun yang melingkupi tentara penjaga Amerika Serikat di Pearl Harbor, yang berjarak tak kurang dari 4000 mil jauhnya dari negeri matahari terbit.
Di momen tersebut, armada udara jepang menyerbu pangkalan militer DAN membombardir piranti perang milik AS hingga menewaskan sekitar 2400 tentara AS dan warga sipil baik yang masih siaga di kapal maupun di sekitar daratan.
Serangan yang dilancarkan jepang bukan tanpa persiapan matang. Berbulan-bulan sebelumnya, prajurit kekaisaran jepang telah berlatih dan menyusun strategi jitu untuk bisa menyerang AS lebih dulu sebelum kekaisaran bisa leluasa berkepentingan di Asia Pasifik yang kala itu dikuasai eropa dan sekutunya (termasuk AS).
Beberapa tahun sebelum pagi kelabu tersebut, perseteruan AS dan Jepang memang makin sengit, dimulai ketika kekaisaran mulai melakukan ekspansi kekuasaan hingga melancarkan perang kepada China tahun 1937.
AS yang mengetahui bahwa jepang punya ambisi di pasifik pun merespon dengan melakukan embargo dagang kepada Jepang. Hal ini membuat kekaisaran geram dan berencana untuk segera membereskan Amerika. Dan hari yang ditunggu pun tiba, setelah menulis surat wasiat dan berdoa dengan hikmat di kuil shinto darurat, pasukan nasionalis ini tak gentar untuk menantang maut dan terjun ke medan pertempuran.
Seperti dijelaskan di awal bahwa Amerika sendiri tak kepikiran akan datangnya serangan dari negeri di timur asia tersebut. Komandan militer yang bertugas saat itu, Jendral Kimmel bahkan berkelakar bahwa tidak mungkin jepang melakukan tindakan bodoh dengan menyerang pasifik, terlebih jarak antara Jepang dengan Hawaii dirasa cukup jauh sehingga akan buang-buang energi jika memang harus menyerang.
Selain itu secara psikologis, masyarakat AS saat itu merasa peperangan bukan tujuan utama dan cenderung trauma akan adanya perang saudara di masa lalu. Sehingga adanya serangan maupun perang bukan hal utama yang diperhitungkan meski tetap ada probabilitas kejadian.
Walaupun probabilitas adanya serangan sangat terbuka, nyatanya tak membuat jendral dan militer takut namun malah menyangkal akan kemungkinan yang ada (diduga jendral kimmel sedang tidur ketika agresi terjadi).
Naas, seperti hari-hari bisanya, Pearl Harbor pagi itu tak dilengkapi penjagaan dan pengamanan yang ekstra dari militer. Walhasil dengan sigap pasukan jepang leluasa menyerang dari udara, ya dari udara, titik yang tidak diduga-duga oleh Amerika. Kala itu fokus latihan militer AS di Pearl Harbor lebih menitikberatkan pada kekuatan armada darat dan laut beserta antisipasi serangan dari medan yang sama dan tidak terlalu mempertimbangkan ancaman serangan udara.