Lihat ke Halaman Asli

HAM Harus Ditegakan Tapi Jangan Jual Bangsamu

Diperbarui: 19 November 2015   13:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

International People’s Tribunal atau pengadilan rakyat terhadap kejahatan kemanusiaan di Indonesia pada 1965 tengah digelar di Den Haag, Belanda. Pengadilan itu digelar untuk membuktikan terjadinya 'genosida selama periode 1965 hingga 1966' yang selama ini tidak pernah diakui negara. Persidangan ini akan diikuti tujuh hakim berlatar kalangan akademisi, pegiat hak asasi manusia dan praktisi hukum, termasuk mantan hakim mahkamah kriminal internasional untuk Yugoslavia.

Mereka akan menguji alat bukti yang memuat keterangan 16 saksi peristiwa 1965 sekaligus data-data yang disusun sejumlah peneliti Indonesia maupun mancanegara. Terdapat sembilan dakwaan yang akan diuji panel hakim dalam sidang tersebut. Beberapa di antaranya terkait pembunuhan massal, penghilangan paksa, penyiksaan dan kekerasan seksual pasca meletusnya peristiwa 30 September 1965.

Berbagai pertanyaan muncul di tengah masyarakat, apa dasar hukum pengadilan ini dan apakah putusannya akan memiliki kekuatan untuk menjerat para pelaku? Ketua Umum DPP IKADIN Sutrisno mengatakan pengadilan ini seharusnya tidak perlu dilakukan karena permasalahan pelanggaran Ham yang terjadi di Indonesia bisa diselesaikan melakui rekonsiliasi. Selain itu Sutrisno menegaskan bahwa apapun putusan pengadilan itu tidak akan berpengaruh pada pelaku karena tidak memiliki landasan hukum dan tidak berkekuatan hukum tetap.

Menurutnya yang berhak mengadili kasus seperti ini adalah Pengadilan Kriminal Internasional (ICC), bukan pengadilan rakyat yang disebutnya diinisiasi oleh praktisi hukum. Terlebih lagi telah ada rekomendasi dari komnas HAM yang ditujukan kepada Kejaksaan Agung untuk menyelesaikan persoalan Ham. Sutrisno menegaskan, seharusnya langkah yang diambil para pelaku pengadilan rakyat tersebut adalah menggugat kejaksaan melalui pengadilan di dalam negeri dan diselesaikan di dalam negeri juga. IKADIN juga meminta pemerintah untuk secepatnya melakukan rekonsiliasi guna menyelesaikan kasus Peristiwa 1965.

International People’s Tribunal juga mengundang banyak perhatian, termasuk Ketua Umum NasDem Surya Paloh yang merasa pengadilan itu telah mengusik bangsa Indonesia. Menurutnya para putra-putri bangsa yang membawa permasalahan ini hingga ke Den Haag telah menyalahartikan arti demokrasi dan terlalu berkiblat pada liberalisme yang akhirnya melupakan rasa cinta tanah air.

"Pertanyaannya apa kita sudah menyerah dalam sistem produk (peradilan) sendiri. Berjuang di luar negeri, tetapi tetap mengaku dirinya WNI. Janganlah jual bangsamu untuk aktifitas yang membuat kita bisa menjadi ribut sesama anak bangsa. Mereka kan orang-orang terpelajar. Bagaimanapun cara berpikir hebat, tetapi komitmen darah merah putih dalam dada gak boleh hilang sama sekali " kata Surya paloh seperti dikutip Tribunnews.com.

Pernyataan Surya Paloh ini menjadi peringatan bagi putra-putri bangsa agar tidak kehilangan jati diri dan nasionalisme apapun alasannya. Karena lebih baik memperbaiki dulu sistem hukum di Indonesia agar manfaatnya bisa dirasakan oleh seluruh rakyat Indonesia dan bukan hanya segelintir orang yang dilindungi hukum. Siapapun di dunia ini mau Ham ditegakan dan para pelaku pelanggaran Ham harus mendapat hukuman, namun jangan sampai perjuangan kita membutakan mata dan lupa siapa diri kita dengan menjual jiwa patriotisme yang seharusnya tertanam dalam jiwa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline