Lihat ke Halaman Asli

Kampanye dalam Dekadensi Moral Partai

Diperbarui: 23 Juni 2015   22:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Ditulis Oleh: Awaludin

Mahasiswa FISIP/Ilmu Pemerintahan

Universitas Muhammadiyah Tangerang

Partai politik telah menjadi bagian terpenting untuk menuju masyarakat yang madani, bahkan sudah menjadi satu kesatuan didalam sistem politik yang tak dapat dipisahkan, baik itu didalam negara demokrasi atau negara otoriter sekalipun. Dalam hal ini partai politik telah mengorganisasi dirinya untuk mengembangkan partisipasi politik menjadi lebih terarah. Huntington menegaskan bahwa partisipasi tanpa organiasi akan merosot menjadi gerakan massal, sementara organisasi yang tidak melahirkan partisipasi cenderung mengarah menjadi klik personal.

Dalam negara demokrasi partai politik memiliki fungsi sebagai sarana rekrutmen politik yang bertujuan untuk meraih kekuasaan. Maka untuk itulah dilakukan rekrutmen terhadap pemimpin-pemimpin politik yang mampu menopang kekuasaan mereka. Persoalannya kini adalah apakah partai-partai politik telah memainkan peran penting dalam sistem politik sebagaimana yang diharapkan?

Sebagai persoalan yang ada bahwa pemimpin yang tampil untuk mengemban tugas sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan tetapi sekaligus menjadi keanggotaan partai, entah itu sebagai Penasihat Partai, atau bagian lainnya yang memiliki posisi strategis seperti kepemimpinan Demokrat saat ini. Pencabutan seorang pemimpin daerah untuk memenuhi panggilan partai dalam melakukan sosialisasi politik menuju kursi kepresidenan dengan meninggalkan tanggung jawabnya sebagai pemimpin daerah seperti yang terjadi pada kepemimpinan Joko Widodo. Sehingga dari semua itu muncullah konflik yang bersumber dari kepentingan partai, bukan lagi dari tuntutan untuk mensejahterakan rakyat. Entah apakah perevisian terhadap perundang-undangan yang ada sangat diperlukan untuk mendaur ulang tata kelola perekrutan pemimpin yang mengutamakan kepentingan rakyat, atau memang mengharuskan begitu saja untuk mendahulukan panggilan partai dari pada tanggung jawab terhadap rakyat?

Salah satu persoalan yang paling menonjol adalah ketika sosialisasi politik yang terjadi seperti mempertontonkan ketidak layakan bagi anak dibawah umur, membayar penyanyi dangdut yang berpakaian tapi terlihat seperti tidak berpakaian dalam sosialisasi terbuka yang di tonton sebagian anak dibawah umur. Persoalan etika kini dipertanyakan, fungsi partai politik dengan ideologi-ideologinya untuk membangun masyarakat yang madani kini telah menjadi salah satu faktor pembentuk kehidupan bangsa yang salah, dan telah melunturkan kemanusiaan. Padahal jika dikaitkan pada pembredelansitus-situs porno oleh pemerintah yang menyebabkan dekadensi moral kaum pelajar, tetapi pemerintah sendiri yang membuka peluang secara transfaran kepada masyarakat melalui pertunjukan yang dinilai melanggar etika.

Memang kampanye dibutuhkan dalam menarik partisifasi masyarakat untuk turut serta didalam memberikan suaranya, akan tetapi alangkah baiknya bila kampanye tersebut dilakukan dengan menyeret para pelaku KKN ketiang gantungan, dimana pembocoran uang negara terjadi, pencurian, pencucian uang, penggelembungan rekening PNS, suap menyuap dikejaksaan, dan sekiranya banyak penyakit para pemimpin-pemimpin bangsa yang harus ditanggulangi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline