Di sebuah desa yang dikelilingi hutan lebat, tinggallah seorang lelaki bernama Jaka. Jaka adalah seorang petani sederhana yang setiap hari menggarap sawah miliknya. Tanah yang subur dan air yang mengalir dari sungai menjadikan sawah Jaka selalu menghasilkan panen yang melimpah. Namun, meski hidup berkecukupan, hati Jaka sering diliputi rasa iri. Ia selalu memandang tetangganya, Pak Wiryo, yang hidup serba kecukupan dengan rumah besar dan sawah yang luas.
Suatu hari, Jaka mengeluh kepada istrinya, Siti, yang selalu setia mendampinginya. "Mengapa hidup kita begini-begini saja, Siti? Lihatlah Pak Wiryo, segala hal ada padanya. Rumah besar, sawah luas, bahkan anak-anaknya selalu terlihat bahagia dan tidak pernah kekurangan apa pun."
Siti, yang selalu sabar, menatap suaminya dengan senyuman. "Mas Jaka, kita sudah diberi kehidupan yang cukup. Panen kita tidak pernah gagal, kita punya tempat tinggal, dan anak-anak kita sehat. Apa lagi yang harus kita minta?"
Namun, kata-kata Siti tidak mampu menghilangkan rasa iri dalam hati Jaka. Setiap kali ia melewati rumah Pak Wiryo, ia merasa bahwa hidupnya tidak adil. "Mengapa Tuhan tidak memberikan aku lebih? Mengapa aku harus hidup sederhana sementara yang lain hidup mewah?"
Pada suatu malam, Jaka bermimpi. Dalam mimpinya, ia bertemu dengan seorang lelaki tua yang bijaksana. Lelaki tua itu bertanya kepadanya, "Jaka, mengapa kau selalu mengeluh tentang hidupmu? Tidakkah kau lihat betapa banyak nikmat yang sudah kau terima?"
Jaka menjawab, "Tapi aku ingin lebih. Aku ingin hidup seperti Pak Wiryo, memiliki kekayaan dan kebahagiaan yang melimpah."
Lelaki tua itu hanya tersenyum dan berkata, "Besok pagi, pergilah ke hutan dan carilah pohon yang paling besar di sana. Di bawahnya, kau akan menemukan sesuatu yang berharga."
Keesokan paginya, Jaka terbangun dengan perasaan penasaran. Ia segera bersiap-siap dan berjalan menuju hutan, mengikuti petunjuk dalam mimpinya. Setelah berjam-jam berjalan, akhirnya ia menemukan pohon besar yang dimaksud. Di bawahnya, ia melihat sebuah peti kayu yang terkubur setengah. Dengan susah payah, ia menggali dan membuka peti tersebut.
Di dalam peti, Jaka menemukan sekantong emas, permata, dan selembar surat. Dengan tangan bergetar, ia membuka surat tersebut dan membacanya.
"Jaka, ini adalah hadiah untukmu. Jika kau mengambil emas ini, kau akan mendapatkan kekayaan yang selama ini kau impikan. Namun ingatlah, semua yang kau terima ini akan datang dengan konsekuensi. Maka berpikirlah dengan bijak."