Lihat ke Halaman Asli

Awaluddin aceh

Guru Sejarah di SMAN 1 Kluet Timur

Melayat, Lebih dari Sekedar Menghibur tetapi Juga Sebagai Pengingat akan Kepastian Kematian

Diperbarui: 18 Agustus 2024   18:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi (sumber gambar: sulsel.kemenag.go.id)

Ketika mendengar kabar duka tentang seseorang yang telah meninggal dunia, langkah pertama yang sering kita lakukan adalah melayat ke rumah duka. Tindakan ini bukan hanya sebatas tradisi atau formalitas, tetapi merupakan bagian penting dari kehidupan sosial dan spiritual kita. Melayat memiliki dimensi yang lebih dalam daripada sekadar menghibur keluarga yang ditinggalkan. Melalui momen ini, kita diingatkan akan kenyataan hidup yang tak terhindarkan kematian.

Melayat sebagai Wujud Solidaritas dan Empati

Pertama-tama, melayat adalah bentuk solidaritas dan empati terhadap keluarga yang ditinggalkan. Kehadiran kita di tengah-tengah mereka yang sedang berduka memberikan dukungan emosional yang sangat dibutuhkan. Saat seseorang kehilangan orang yang dicintai, mereka seringkali merasa kesepian dan terpuruk. Kehadiran kita, meski hanya dalam diam, dapat memberikan kekuatan bagi mereka untuk menghadapi masa-masa sulit tersebut.

Dalam konteks ini, melayat bukan hanya tentang kata-kata penghiburan. Sering kali, tidak ada kata-kata yang cukup untuk mengurangi rasa sakit karena kehilangan. Kehadiran kita adalah tanda bahwa mereka tidak sendiri, bahwa ada orang-orang yang peduli dan siap untuk mendukung. Ini adalah bentuk nyata dari kasih sayang dan kebersamaan yang dibutuhkan oleh keluarga yang ditinggalkan.

Menghibur dengan Mengingatkan akan Kepastian Kematian

Namun, melayat tidak hanya berhenti pada menghibur keluarga yang berduka. Lebih dari itu, ini adalah momen bagi kita semua yang hadir untuk merenungkan kembali makna hidup dan kematian. Saat berdiri di samping jenazah, kita dihadapkan pada kenyataan bahwa hidup di dunia ini sementara, dan kematian adalah sesuatu yang pasti.

Dalam agama Islam, misalnya, ada ajaran bahwa setiap orang yang hidup pasti akan merasakan mati. Kematian bukanlah akhir, melainkan awal dari perjalanan ke kehidupan yang lain. Dengan melayat, kita diingatkan untuk selalu siap menghadapi kematian kapan pun itu datang. Kita diingatkan untuk hidup dengan penuh kesadaran, melakukan kebaikan, dan menjauhi segala sesuatu yang bisa merugikan kita di akhirat kelak.

Meningkatkan Kesadaran akan Pentingnya Hidup yang Bermakna

Ketika kita melayat, kita sering kali mendengar cerita-cerita tentang almarhum dari kerabat dan teman-teman yang datang. Kisah-kisah ini menggambarkan bagaimana almarhum menjalani hidupnya apakah dengan kebaikan, ketulusan, atau perjuangan dalam menghadapi berbagai tantangan. Cerita-cerita ini bukan hanya untuk mengenang almarhum, tetapi juga menjadi pelajaran bagi kita yang masih hidup.

Dari setiap kisah, kita bisa mengambil hikmah bahwa hidup yang bermakna adalah hidup yang diisi dengan perbuatan baik, bukan hanya untuk diri sendiri tetapi juga untuk orang lain. Hidup yang bermakna adalah hidup yang bermanfaat, di mana kehadiran kita dirasakan oleh orang-orang di sekitar kita. Melalui melayat, kita diberi kesempatan untuk merenungkan kembali, apakah hidup yang kita jalani saat ini sudah cukup bermakna? Apakah kita sudah cukup berbuat baik? Dan yang paling penting, apakah kita sudah siap menghadapi kematian?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline