Lihat ke Halaman Asli

Awaluddin aceh

Guru Sejarah di SMAN 1 Kluet Timur

Menanti di Ujung Pantai Seruni

Diperbarui: 4 Agustus 2024   07:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi (sumber gambar:Dokumen Pribadi)

Di sebuah desa kecil di tepi pantai, hiduplah seorang gadis bernama Syafa. Sehari-harinya, Syafa bekerja sebagai nelayan, menghabiskan waktu di laut dan mengumpulkan ikan bersama ayahnya. Kehidupan di desa ini sederhana, namun selalu penuh kehangatan dari kebersamaan warganya. Namun, ada satu hal yang membuat Syafa berbeda dari yang lain, yaitu kegemarannya menghabiskan waktu di ujung pantai. Pantai itu disebut masyarakat setempat dengan sebutan Pantai Seruni kependekan dari "Syafa Termenung Sendiri", itu adalah gelar pantai tersebut karena seringnya Syafa termenung di pantai itu. menanti sesuatu yang tak seorang pun tahu.

Setiap sore, Syafa akan duduk di sebuah batu besar di ujung pantai, menatap laut yang luas sambil menunggu. Ayahnya, Pak Darma, sering menemaninya sesaat sebelum kembali ke rumah. "Apa yang kau tunggu, Syafa?" tanya ayahnya suatu sore. "Aku menunggu sesuatu yang akan datang dari laut, Ayah," jawab Syafa sambil tersenyum, namun tidak memberikan penjelasan lebih lanjut.

Sebenarnya, Syafa menunggu seseorang, seorang teman masa kecil yang pernah berjanji akan kembali suatu hari. Namanya adalah Arka, anak dari seorang pelaut yang sering berlayar jauh. Sebelum Arka pergi bersama ayahnya, mereka sering bermain di pantai, membangun istana pasir, dan bermimpi tentang petualangan besar di laut lepas.

"Suatu hari nanti, aku akan kembali, Syafa. Kita akan berlayar bersama dan menjelajahi dunia," kata Arka sebelum perahu mereka berangkat. Syafa menggenggam erat janji itu dan percaya bahwa Arka pasti akan kembali.

Tahun demi tahun berlalu, Syafa tetap setia menunggu. Setiap kali perahu datang dan pergi, hatinya selalu dipenuhi harap dan kecemasan. Namun, tak ada kabar dari Arka. Meskipun begitu, semangatnya tak pernah pudar.

Suatu hari, ketika Syafa sedang duduk di batu besar seperti biasa, dia melihat sebuah perahu mendekat. Perahu itu terlihat tua dan usang, namun ada sesuatu yang menarik perhatiannya. Jantungnya berdebar-debar saat melihat seorang pria melambaikan tangan dari kejauhan. Syafa berdiri dan mengerjapkan mata, memastikan bahwa yang dilihatnya bukanlah khayalan.

Ketika perahu itu akhirnya mendarat, pria itu turun dengan terburu-buru dan berjalan ke arah Syafa. "Syafa?" panggilnya. Suara itu, meskipun lebih berat dan matang, masih terasa familiar. Syafa menahan napas. "Arka?" tanyanya ragu-ragu.

Pria itu tersenyum lebar. "Ya, ini aku, Syafa. Aku kembali," katanya. Air mata kebahagiaan mengalir di wajah Syafa. Mereka berpelukan erat, seolah ingin menebus tahun-tahun yang hilang.

"Maaf, aku butuh waktu lama untuk kembali," kata Arka dengan nada penuh penyesalan. "Banyak hal yang terjadi di perjalanan kami, dan aku tidak bisa kembali lebih cepat." Syafa menggelengkan kepala. "Yang penting, kau sudah kembali sekarang," katanya dengan suara lembut.

Arka kemudian bercerita tentang petualangannya di laut. Dia telah mengarungi banyak tempat, menghadapi badai besar, dan bertemu dengan berbagai orang. "Namun, di setiap tempat yang aku kunjungi, hatiku selalu tertinggal di sini, di desa kecil ini, bersama kenangan kita," kata Arka.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline