Lihat ke Halaman Asli

Yang Paling Jauh dan Yang Paling Dekat

Diperbarui: 25 Juni 2015   07:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Imam Al Ghazali ulama besar yang meninggal pada tahun 1111 Masehi, pada suatu majelisnya bertanya 6 hal dengan pertanyaan sederhana namun mendalam.

Apa yang paling jauh?

Apa yang paling dekat?

Kelihatannya pertanyaan ini seperti tebak-tebakan, tapi sebenarnya bukan.

Pertanyaan pertama, apa yang paling jauh? Tentu bukan tempat, benda langit atau lainnya. Tapi menurut Al Ghazali, yang paling jauh yaitu masa lalu. Kok bisa masa lalu? Ya iyalah. Kan masa lalu, meskipun sedetik yang lalu jika sudah berlalu kita tidak akan pernah bisa menuju ke sana. Jika ukuran jauh karena jarak, pasti kita masih bisa menuju ke sana. Masa lalu tidak akan bisa (entah nanti, bisa seperti di Doraemon dengan mesin waktunya).

Apa pesan yang ingin disampaikan oleh Al Ghazali? Jawabannya adalah waktu. Jangan pernah sia-siakan waktu karena jika sudah berlalu tidak akan pernah bisa diraih lagi. Imam Ali r.a pernah berucap “harta yang luput hari ini masih bisa saya raih besok, tapi waktu yang berlalu hari ini takkan bisa diraih lagi sampai kapanpun”. Rasulullah juga mengingatkan kita “ ada dua hal yang sering diabaikan manusia yaitu kesehatan dan waktu luang”. Apalagi Allah melalui Al Qur’an yang menyeru “Demi waktu. Sesungguhnya manusia benar-benar berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan beramal saleh dan saling nasihat menasihati dalam kebenaran dan saling nasihat menasihati dalam kesabaran”.

Pertanyaan kedua, apa yang paling dekat? Tentu bukan tempat duduk atau urat leher. Kata Al Ghazali yang paling dekat adalah kematian. Kok bisa kematian? Salah satu hal yang misterius dalam kehidupan kita yaitu kematian. Tak ada yang tahu kapan ajalnya tiba. Ada yang usianya pendek, banyak juga yang sedang dan panjang. Begitu misteriusnya, tak bisa diukur jaraknya. Dia pasti datang dan tidak ada yang bisa lari darinya. Jadi dia sangat dekat. Aji Massaid yang gagah, atletis, senang berolahraga, ternyata kematian juga dekat dengannya sehingga tidak ada alasan untuk mengatakan “tenang aja, kematian masih jauh dariku, aku kan masih muda sehat dan gagah pula”.

Apa nasehat dari pertanyaan kedua ini? Mari selalu ingat mati. Semoga dengan mengingat mati kita menjadi semangat menjalani kehidupan. Semangat karena kita yakin dunia ini akan kita tinggalkan. Jika kelak memang kita tinggalkan, kita ingin dikenang sebagai orang yang baik, bukan orang yang buruk. Kemudian dengan mengingat mati, kita jadi semakin rindu dan cinta pada Allah. Rindu ingin bertemu dengan Allah dengan mempersembahkan yang terbaik pada-Nya. Wajar saja jika Rasulullah pernah berucap” orang yang paling cerdas yaitu mereka yang ingat mati”. Cerdas dalam bersikap, berpikir dan berbuat karena semua diperhitungkan jangka panjang dunia dan akhirat. Sehingga menjadi manusia yang berhati-hati jika berjalan di daerah yang terjal dan curam penuh godaan maksiat. Tetapi semangat bergerak cepat saat di jalan tol kebaikan memberi manfaat sebanyak-banyaknya agar dapat menjadi manusia terbaik. [MK]

Sumber: Media Kalla

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline