sejujurnya saya binggung mengawali tulisan ini. entah kenapa, saya merasa bahwa dari pemilihan judul tulisan ini pun sudah menimbulkan tekanan pada diri saya sendiri. saya gak paham tentang suatu hal yang berhubungan dengan tekanan batin, apa karena saya termasuk kategori mahasiswa yang gak pernah tertekan? (karena banyak teman yang menilai saya sebagai orang yang santai, orang yang "elek elekan" kata seorang teman yang berdinas dimiliter, orang yang cuek, atau apalah) atau apakah saya adalah termasuk kategori mahasiswa yang mengidap tekanan batin yang super duper?? atau karena udah terlalu banyak tekana yang menimpa???
tekanan batin. banyak hal yang saya dapat dari berbagai diskusi dengan senior,teman,junior, mace-mace langganan utang makan saya, bahkan tukang becak teman cerita.. saya banyak mendapatkan pelajaran dari mereka tentang tekanan batin. dimulai dari istilah mereka yang beragam tentang tekanan batin. seorang senior menggunakan istilah yang ilmiah untuk tekanan batin yaitu perihnya beban, junior dikos lebih nyaman menggunakan istilah cobaan, mace senang menggunakan istilah "sabara ki nah", tukang becak sahabat saya suka menyebutnya enaknya hidup. sungguh banyak ragam dri istillah satu itu. tetapi bila orang bertanya hal yang sama pada saya, saya jadi binggung menjawabnya..
sebagai seorang mahasiswa yang ditakdirkan masuk di fakultas yang bergengsi, saya mendapatkan hal-hal baru yang tidak pernah saya peroleh dizaman waktu masih kecil hingga SMU. saya akui banyak beban yang saya peroleh dan saya lakukan. nyaris depresi kata seorang teman dekat. bahkan mestinya saya menulis ucapan rasa syukur berlembar-lembar kepada Tuhan, karena Dialah yang merestui saya menyandang gelar sarjana. luar biasanya, karena saya melewati masa masa itu dengan penilaian orang orang seperti yang telah saya sebut diatas.
kini jaman baru telah lama mulai. kegiatan dikampus yang saya ikuti memasuki kategori "level tekanan meningkat" dimana rekan-rekan berlomba menyelesaikan studi dengan segesit gesitnya. hal ini diakibatkan oleh munculnya "tekanan baik" yang diakibatkan oleh aturan fakultas yang mengharuskan semua senior-senior selesai dalam jangka waktu tertentu. luar biasanya, nama saya masuk kategori tersebut. dan lebih luar biasanya lagi hal ini menjadi penyebab kambuhnya insomnia yang telah sembuh sekian lama (heheheh).. mungkinkah inilah yang disebut dengan tekanan batin.
pulang kampung. tindakan yang paling ditunggu bagi kaum mahasiswa setelah sekian lama begelut dengan studi dikota orang. kata seorang junior dikos, hal ini wajib karena ini adalah moment yang paling tepat untuk bercengkerama dengan keluarga,ortu,dan sahabat sahabat dikampung, apalagi bila waktunya bertepatan dengan lebaran idul fitri. bermaaf-maafan adalah menu wajib dibulan ramadhan. hal ini menjadi pencetus utama terjadinya "transmigrasi dadakan" tersebut.
tetapi bagi saya mahasiwa kategori nyaris 1 dasawarsa dalam menyelesaikan studi, pulang kampung menjadi ujian mental yang teramat sangat luar biasa. sudah terbayangkan hal yang akan menjadi "pertanyaan pertama" yang akan mampir didepan muka dan telinga. yang ajaibnya, bagi sipenanya hal itu merupakan wujud dari perhatiannya pada saya. "ko sudah selesai?, Kenapa lama sekali ? susah sekali ka selesainya? anaknya pak anu itu yang juniormu, tugas disini.. masih ingat si ini, junior SMA mu dulu, sekarang adami apoteknya didekat pasar, teman angkatanmu kemarin baru baru lulus PNS 3 orang.? berentetannya pertanyaan itu tidak hanya ber sumber dari satu penanya, tetapi dari hampir semua orang yang akan ditemui selama saya berada dikampung. sehingga niat untuk berkangen-kangenan dengan kerabat dan handai tolan berubah menjadi ajang penghakiman terhadap saya. makna dari saling memaafkan dibulan ramadhan justru hilang. yang terjadi adalah luka hati yang dalam, bahkan berdampak timbulnya tekanan batin(lagi-lagi) yang teramat besar. saya menjadi tidak berani melewati masa itu sehingga saya berhasil melewatkan 4 periode ramadhan tampa pulang kampung.
Gus Emma bilang pulang kampung atau mudik adalah gejala fitrahwi, keinginan untuk kembali ke asal. kembali untuk mengenang kembali masa-masa silam yang bisa saja menjadi sumber inspiratif untuk menyelesaikan pekerjaan yang tertunda dirantau. seorang kawan baik dikostsan mengatakan pulang kampung juga merupakan ajang untuk memperlihatkan keberhasilan yang dicapai dirantau. sehingga mengatakan tidak untuk pulang kampung menjadi alasan bagi orang-orang yang masuk kategori belum sukses dirantau. hal ini menjadi tekanan batin bagi saya. keinginan pulang kampung sangat tidak bisa dilawan. rasa rindu yang terkurung selama 4 tahun ini sangat besar. menilik ucapan dari kawan diatas, maka saya termasuk kategori belum pantas untuk pulang kampung. tetapi bila kiblat pulang kampung saya adalah Gus Emma, maka saya wajib bagi saya untuk pulang kampung....
akhhh.... semuanya menjadi penyebab insomniaku meningkat....
makassar.13agustus2011
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H