Ada yang membuat saya sedikit terkejut, ketika diberi kesempatan berkunjung ke markas Pasukan polisi khusus anti teror Perancis, GIGN (Groupe d'Intervention de la Gendarmerie Nationale) di Satory, Barat daya Paris, beberapa waktu yang lalu. Pasukan semi militer kepolisian, yang fungsi dan tugasnya tak beda jauh dengan Densus 88 ini, ternyata menggunakan Pencak silat dan Krav Maga sebagai pegangan ilmu bela diri hand to hand combat atau pertarungan tangan kosong bagi para personelnya. [caption id="attachment_417720" align="aligncenter" width="432" caption="GIGN penchak silat du combat"][/caption] Setiap anggota GIGN, sebagaimana unit-unit pasukan khusus di seluruh dunia memang diwajibkan memiliki kemahiran bela diri tangan kosong, mau pun ahli menggunakan teknik kelahi pisau serta tongkat, tujuannya adalah agar setiap personel selalu mampu melumpuhkan lawan, baik saat bersenjata api mau pun dalam keadaan tanpa senjata, dalam setiap penugasan operasi yang bersifat khusus dan sangat beresiko tinggi. Namun, ketika instruktur pasukan elit kelas dunia ini mengatakan bahwa para personelnya, baik yang lama mau pun yang baru, selalu dilatih beladiri Pencak silat serta Krav maga, kening saya sedikit berkerut. Karena dalam bayangan saya yang memang sangat awam soal pencak silat dan ilmu bela diri lainnya, pencak silat adalah salah satu seni bela diri yang cenderung "bertele-tele". Penuh bunga serta kembangan-kembangan yang menurut saya tidak terlalu berguna dalam perkelahian jalanan yang sulit diprediksi dan cenderung kacau balau. Bukan tidak ingin menghargai budaya sendiri atau menilai Pencak silat tidak efektif sebagai sebuah alat membela diri, namun sepengetahuan saya, Meski Pencak silat memiliki jurus yang sangat mematikan, namun kembangan dalam Pencak Silat, cenderung dianggap tidak gagah dan gemulai bagi beberapa orang Eropa. Sehingga tidak cocok diterapkan dalam organisasi militer mau pun kepolisian yang dalam aksinya selalu langsung ke tujuan dan tidak mengenal basa-basi. Tetap penilaian saya itu berubah ketika menyaksikan para prajurit GIGN itu berlatih Pencak Silat yang dilatih oleh seorang instruktur dari akademi Pencak Silat Frank Ropers cabang Reims. Ternyata metode Pencak silat yang mereka terapkan bukan lagi sebagaimana layaknya Pencak Silat yang saya kenal selama ini. Kembang-kembangan dan gerakan-gerakan yang dianggap tidak perlu sudah dibuang. Sehingga yang dipakai adalah Jurus-jurus yang langsung menyerang ke arah titik vital manusia, seperti leher, wajah, ulu hati, kemaluan serta mengeksploitasi habis-habisan titik lemah lawan mulai dari ujung kaki hingga ujung rambut. Di sana juga diajarkan teknik silat melawan dan mengeliminasi beladiri ground fighting semisal jiu jit su, gulat dan judo, serta bagaimana melumpuhkan lawan secepat mungkin. Intinya pencak silat yang dulu saya nilai "banyak cing cong" telah berubah menjadi beladiri : sederhana tapi sekali tabok dijamin semaput. Luar biasa. Melihat gaya Pencak Silat itu jadi timbul pertanyaan bagi saya, dari mana sang instruktur memperoleh latihan pencak Silat sederhana namun kuat serta sangat efektif itu. Sang Instruktur bernama Eric Godart itu bercerita bahwa dia menimba ilmu Pencak silat dari sebuah perguruan atau akademi beladiri yang didirikan oleh Frank Ropers, seorang grand master pencak silat aliran Setia Hati Terate, yang sangat terkenal tidak hanya di Perancis namun juga di beberapa negara Eropa barat dan Eropa Timur. Dari Eric Godart pula saya mendapat info bahwa Pencak Silat kini tidak hanya diterapkan di GIGN, namun juga beberapa unit militer lainnya di Perancis seperti Legiun Asing, Marinier dan resimen 501 lapis baja. Bahkan di Akademi Militer kerajaan Belgia, Waw!! Waktu itu, ingin sekali bertemu dengan Monseur Franck Roper yang hebat itu. Namun karena keterbatasan waktu maka keinginan tinggalah menjadi keinginan karena banyaknya tugas yang harus dipenuhi. Namun rasa penasaran tetap membuncah. Hingga akhirnya iseng-iseng mencoba mencari tahu soal Franck Ropers lewat mister master Google. Dan walah! ternyata di sana banyak sekali info dan video yang tersedia mengenai sang pendekar. Mulai sejak kapan dia berlatih Silat, siapa gurunya, metode latihan dan bagaimana Pencak silat bisa tumbuh menjadi sebuah beladiri yang- di negeri asalnya dipandang sebelah mata-namun di Eropa menjadi bela diri yang disegani. Berdasar info dari Google, ternyata yang mengembangkan pencak Silat di Eropa, utamanya aliran Setia hati terate, menjadi sebuah beladiri sederhana namun mematikan, sebagaimana yang saya saksikan, bukanlah Franck Ropers, melainkan seorang pria kelahiran Jogja namun besar di Madiun dan wafat di belanda. Namanya, Hardjono Turpijn. [caption id="" align="aligncenter" width="212" caption="Guru Hardjono Turpijn.doc/charlesjoussot"]
[/caption] Hardjono Turpijn adalah murid langsung dari Guru besar-Kiai Ngabehi Soerordiwirdjo, atau yang lebih dikenal denganpanggilan Mbah Suro, pendiri perguruan Setia Hati Terate yang berpusat di Madiun. Beliau menjadi murid sang guru besar perguruan pencak silat legendaris itu sejak usianya masih 13 tahun. Semasa perang kemerdekaan Pak Har, demikian murid-murid bulenya memanggil, ikut bergabung dengan pasukan Siliwangi bergerilya di Hutan-hutan Jawa barat. Dan setelah pecahnya peristiwa gestapu tahun 1966, beliau menetap di Belanda dan menjadi pioneer pengembangan seni bela diri Pencak silat, utamanya aliran Setia Hati Terate ke seluruh Eropa. Selama mengembangkan Pencak Silat di Eropa Hardjono Turpijn menyadari karakter, keinginan serta postur tubuh orang Eropa yang berbeda dengan orang Indonesia. Orang Eropa cenderung tak suka basa-basi dan tidak betah berlama-lama dalam menekuni latihan seni beladiri. Orang Eropa menginginkan bela diri yang mudah dipelajari oleh siapa saja, cepat dan efektif sebagaimana halnya boxing atau tinju. Untuk itu dia mencoba mengembangkan satu metode latihan silat yang flexibel dan mudah diterima dan dipelajari oleh orang Barat pada umumnya.Hardjono Turpijn kemudian mendesain ulang jurus-jurus Setia Hati Terate, menghilangkan unsur kembang dan gerakan-gerakan yang dianggap tidak akan pernah digunakan pada pertarungan yang sesungguhnya. Dia mengubah philosofi Pencak Silat dari keindahan yang dinilainya semu menjadi seni pertarungan murni yang keras dan sangat mematikan. "Dalam hal perkelahian baik di kota mau pun di hutan, efektivitas adalah segalanya, bukan keindahan akrobatik." demikian pandangan Hardjono Turpijn kepada para murid-muridnya. Pandangannya dan modifikasinya terhadap jurus silat yang dianggap keramat oleh aliran Setia Hati Terate, pada awalnya banyak mendapat tantangan keras dari para guru-guru besar Setia Hati Terate di Indonesia. Bahkan dia tidak diakui sebagai bagian dari Persaudaraan setia Hati Terate. Namun Hardjono tidak ambil perduli. Apalagi ternyata metode yang dia terapkan mengundang banyak orang Eropa berbondong-bondong belajar Pencak Silat karena melihat begitu efektif dan bergunanya jurus-jurus itu ketika menghadapi marabahaya dari lawan yang tidak seimbang dan lebih kuat. Dua orang murid Eropa yang belajar kepadanya, dan kelak menjadi pengembang Pencak silat kenamaan hingga metode pencak silatnya menjadi acuan ke sekolah-sekolah pasukan khusus polisi dan militer di Eropa Barat adalah Franck Ropers dan Charles Joussot. Meski tidak dianggap lagi sebagai bagian dari Persaudaraan Setia Hati Terate, untuk menghargai guru besarnya Kiai Ngabehi Soerordiwirdjo, Hardjono Turpijn tetap memberi nama perguruannya Setia Hati terate Madiun.
[caption id="" align="aligncenter" width="225" caption="Guru Hardjono Turpijn dan Charles JOUSSOT.doc/charlejoussot"]
[/caption] Guru HardjonoTurpijn meninggal pada 31 Juli 1996 dan dimakamkan di hedge pinus, Ockenburgstraat 27 Belanda. Namun berkat kerja kerasnya dan warisannya, Seni bela diri Indonesia Pencak silat bisa menjadi salah satu ilmu beladiri terkemuka, yang menetes hingga ke kurikulum-kurikulum pendidikan pasukan khusus di mancanegara. Tabik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H