Terungkapnya status gembong teroris binaan Santoso yang tewas di Parigi, yaitu Daeng Koro alias Sabar Subagio, sebagai mantan calon komando di Kopasandha turut membuat lega bagi beberapa pihak. Lega bukan hanya karena kematiannya, namun juga lega oleh statusnya yang hanya calon komando, bukan bagian dari anggota satuan Sandhi Yudha Kopassus.
Sebab, apabila Sabar Subagio alias Daeng Koro benar-benar pernah menjadi anggota detasemen Grup 3 sandhi Yudha, bukan hanya sekedar bertugas di denma atau TC, apalagi pernah ikut menjalankan misi-misi rahasia, maka baik dia mau pun organisasi teroris yang pernah menaunginya dijamin bisa menjelma menjadi organisasi teroris berbahaya dan sulit ditaklukkan sebagaimana kemapuan ISIS. Daeng Koro akan menjelma menjadi salah satu master mind dan ahli strategi yang tersembunyi, penuh perhitungan namun sangat mematikan dalam tindakan.
Di dalam tubuh kopassus sendiri, Grup 3/ Sandhi Yudha adalah pasukan elit di dalam elit. Tidak semua tentara yang lulus jadi anggota baret merah bisa menjadi anggota Sandhi yudha. Artinya, tidak mudah dan tidak semua anggota kopassus bisa menjadi anggotanya.
Grup 3/Sandhi Yudha
Pertama kali dibentuk oleh Kapten C.I Santoso untuk memisahkan rakyat dengan struktur PKI di pedesaan pada tahun 1966, Grup 3/Sandhi Yudha adalah satuan Kopassus yang memiliki spesifikasi tugas perang rahasia atau operasi klandestin. Termasuk pasukan yang memiliki kemampuan dalam intelijen tempur atau combat intell, perang psikologi dan retorika dan counter insurgency (kontra pemberontakan). Oleh sebab itu, seorang calon Personil di Grup ini diseleksi amat sangat ketat di internal mulai dari calon prajurit yang masih pendidikan hingga personel yang sudah bertugas aktif di kesatuan tetapi punya bakat intelijen yang kemudian akan dilatih lagi.
Setelah melalui tahapan seleksi yang ketat dan penuh kerahasiaan, para calon intel tempur ini dididik lebih khusus lagi yaitu pendidikan Sandhi Yudha di batu jajar, Bandung. Materi pendidikannya adalah intelijen dan pengetahuan pendukung untuk intelijensia di medan operasi seperti penyamaran, navigasi, bela diri khusus, penggunaan alat-alat khusus intelijen dan lain-lain. Bahkan beberapa personel terpilih dari Grup ini dikirim lagi untuk sekolah ke Pusat Pendidikan Intelijen Militer di luar negeri seperti Amerika Serikat, Jerman, Inggris bahkan Israel. Di antara seluruh jenis prajurit di Kopassus yang paling spesifik pendidikannya adalah prajurit di Grup 3/Sandhi Yudha.
Tugas dari personel grup ini adalah melakukan operasi-operasi khusus tersembunyi dan jarang diketahui publik. Tidak jarang personel Sandhi Yudha harus melakukan operasi-operasi tertutup semacam black operation atau operasi hitam yang cenderung kotor, melanggar hukum, baik hukum sipil mau pun humaniter, demi menyukseskan tujuan perang. Tujuan operasi-operasi terselubung ini serta penggunaan personel-personel yang kerahasiaan identitasnya terjaga, biasanya adalah untuk menghilangkan jejak pemberi perintah, atau menyangkal keterlibatan sebuah negara ketika satu operasi ilegal terbongkar dan diketahui publik.
Selain itu ketika sebuah operasi militer akan diadakan, maka sebelum ada pengerahan gerakan pasukan besar, lebih dahulu harus dilakukan operasi intelijen tempur (combat intel), tujuannya untuk mengetahui kondisi dan situasi lapangan serta kekuatan lawan.
Salah satu tugas rahasia yang pernah diemban oleh Sandhi Yudha adalah ketika akan dimulainya operasi Seroja di Timor-Timur tahun 1975. Ketika itu, sebelum pasukan besar melakukan serangan besar, pasukan Sandhi Yudha terlebih dahulu mendirikan stasiun radio diperbatasan Motoain. Tujuannya adalah mengadakan perang psikologis dan retorika terhadap masyarakat yang kala itu baik pikiranya mau pun hatinya masih lekat dengan Fretilin. Selain itu, pasukan Sandhi Yudha juga berkali-kali masuk jauh ke dalam wilayah Timor timur untuk mengadakan operasi sabotase, intelijen dan mengadakan kekacauan di dalam wilayah Timor timur.
Oleh karena itu, dalam melakukan tugas operasi klandestin (clandestine), prajurit Sandhi Yudha selalu bergerak menyamar tanpa identitas yang jelas. Mereka akan berubah bentuk dan melakukan berbagai pekerjaan yang sekilas tidak ada hubungannya dengan status mereka sebagai anggota militer. Pun penampilan mereka juga berubah drastis. Dari tongkrongan Tentara yang sangar seketika akan berubah menjadi sipil yang jauh dari kesan macho. Untuk memudahkan mereka bergerak, biasanya mereka dilengkapi dengan identitas sipil seperti KTP dan berbagai pekerjaan yang tidak menimbulkan kecurigaan pihak target intai dan lawan yang sedang diamati.
Karena kemampuannya dalam operasi clandestine ini, maka di masa sebelum era reformasi, satuan Sandhi Yudha ini banyak disalah-gunakan hanya untuk kepentingan kekuasaan semata, sehingga sering menimbulkan ekses negatif. Tetapi terlepas dari semua kasus dan isu-isu miring yang menerpa Kopassus sebagai rumahnya para Prajurit Sandhi Yudha, mereka memiliki kontribusi yang sangat signifikan khususnya dalam hal intelijen di Negeri ini. Banyak informasi dari para alumnus Sandhi Yudha maupun yang masih aktif di Grup 3 terhadap negara yang menyangkut gangguan separatisme, teroris di dalam negeri maupun peran serta bangsa lain dalam mengganggu keutuhan NKRI.