Matahari terbenam di balik bukit, memancarkan cahaya oranye keemasan yang menari di atas permukaan danau yang tenang.
Sore itu, seorang gadis yang sedang duduk di sebrang danau mulai memandangi tenangnya air, rambutnya yang dibiarkan tergerai tersipu oleh lembutnya angin, tak terasa air mata mulai membasahi pelupuk matanya.
"Dari mana aja kamu? Jam segini baru pulang. Mau jadi apa kamu? Sana cuci baju kakak mu!" Cercah sang Bunda.
Sudah ia duga hal ini akan terjadi. Dengan nafas memberat, Ia pun menjawab
"Aku habis kerja kelompok, Bun. Iya nanti aku cuci kok Bun, aku mau istirahat dulu bentar."
"Gak ada nanti-nanti! itu salahmu sendiri, Bunda gak butuh alasan apapun!" Tegas Bunda.
Sang Bunda pun pergi, tanpa perasaan bersalah meninggalkan anak Bungsu-nya yang kini mulai kembali mengeluarkan air mata.
"Tuhan, ini kapan selesainya?"
Gadis yang memiliki wajah setenang air danau, dengan mata yang berkilau seperti bintang di langit malam. Senyumnya lembut, seolah menyimpan rahasia kedamaian yang dalam. Setiap kali dia tertawa, suara lembutnya seolah menghapus segala kesedihan di sekelilingnya. Kinan, namanya.
Kinan terlahir dari keluarga sederhana. Ia adalah anak bungsu dari dua saudara. Kakaknya bernama, Dinar. Ia sangat menyayangi keluarganya, terutama Sang Kakak. Baginya, Kakaknya adalah sebuah berlian yang harus ia jaga. Namun, setelah kejadian tersebut, jarak mulai memisahkan keduanya.