Seiring berjalannya waktu, semakin banyak pula permasalahan lingkungan serius yang bermunculan. Permasalahan tersebut dapat berupa terjadinya peningkatan volume sampah, peningkatan emisi gas rumah kaca, hingga pada permasalahan kelangkaan sumber daya alam (SDA). Hal tersebut dapat terjadi, karena sistem ekonomi yang digunakan saat ini masih berupa ekonomi linear (ambil - buat - buang). Singkatnya sistem ekonomi linear bergantung pada eksploitasi SDA yang dilakukan secara terus-menerus. Adapun bahan baku yang diambil akan digunakan untuk memproduksi suaru produk/barang, kemudian setelah digunakan produk tersebut akan dibuang sebagai limbah. Melihat kondisi saat ini yang rentan akan terjadinya krisis lingkungan dan perubahan iklim, maka perlu adanya suatu sistem atau tatanan untuk mengubah perilaku dalam memproduksi dan konsumsi. Berdasarkan pada permasalahan tersebut, maka salah satu cara yang dapat diterapkan adalah dengan melakukan transisi menuju ekonomi sirkular yang berkelanjutan.
Ekonomi sirkular sendiri merupakan sebuah sistem yang berfokus pada upaya untuk meminimalisir limbah dan memaksimalkan penggunaan kembali sumber daya yang masih memiliki nilai guna. Konsep ekonomi sirkular menekankan pada 3 hal utama, yaitu reuse, repair, dan refurbish (3R). Adapun "reuse" merujuk pada upaya penggunaan kembali, "repair" berupa upaya perbaikan, dan "refurbish" mengacu pada pembaruan atau pemulihan. Sejalan dengan konsep tersebut, maka ekonomi sirkular diperlukan terutama untuk menghadapi tantangan kelangkaan sumber daya di masa mendatang. Dalam hal ini, generasi muda berperan sebagai roda penggerak dalam implementasi ekonomi sirkular di masyarakat, mengingat generasi mudalah yang lebih akrab dengan teknologi dan terbuka terhadap inovasi. Generasi muda diyakini mampu untuk memimpin transisi menuju sistem ekonomi yang lebih berkelanjutan, sehingga besar harapan agar para generasi muda mampu untuk menciptakan solusi inovatif terkait permasalahan ekonomi dan lingkungan.
Pada pelaksanaannya peranan generasi muda tidak hanya sebatas penerapan perilaku konsumsi yang lebih bijak, tetapi juga dituntut untuk menghadirkan inovasi dalam bisnis atau kewirausahaan. Saat ini, ada cukup banyak startup yang dibentuk oleh generasi muda yang sudah mengadopsi prinsip ekonomi sirkular. Adapun bentuk implementasinya dapat berupa perancangan produk yang dapat didaur ulang, penggunaan bahan ramah lingkungan, dan penerapan model bisnis yang berbasis pada sharing economy. Selain itu, kampanye kesadaran lingkungan yang digerakkan oleh kaum muda telah membawa dampak signifikan dalam mengubah pola pikir masyarakat dan pemerintah terhadap pentingnya ekonomi berkelanjutan. Kolaborasi antara sektor publik, swasta, dan komunitas generasi muda ini membuka jalan bagi terwujudnya kebijakan yang mendukung transisi ke arah ekonomi sirkular.
Selanjutnya, untuk memperkuat peran generasi muda sebagai agen perubahan dalam ekonomi sirkular, diperlukan pula dukungan yang kuat dari berbagai pihak. Pemerintah harus menyediakan regulasi yang mendukung inovasi hijau, sementara sektor pendidikan perlu untuk mengintegrasi dan mengedukasikan konsep ekonomi sirkular dalam kurikulum. Selain itu, sektor swasta juga dapat terlibat dengan memberikan ruang bagi kreativitas generasi muda dalam menciptakan solusi bisnis berkelanjutan. Apabila semua elemen ini dapat berjalan selaras, maka generasi muda akan menjadi pilar utama dalam menciptakan masa depan yang lebih ramah lingkungan dan ekonomis. Sebagai simpulan, generasi muda tidak hanya berpotensi untuk membawa perubahan, tetapi akan menjadi kunci dalam mewujudkan ekonomi sirkular yang berkelanjutan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H