Lihat ke Halaman Asli

Aviza Maharani

Mahasiswa Hubungan Internasional, Universitas Jember, 2021

Pindah Ibu Kota Baru: IKN Nusantara Potensi Jadi Transformasi Gravitasi Ekonomi Internasional

Diperbarui: 8 Maret 2023   03:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: ikn.go.id

Ibu kota suatu negara merupakan lokasi sentral dari pemerintahan dan wilayah administratif yang meliputi sektor eksekutif, legislatif, dan yudikatif suatu negara. Ibu kota juga menjadi salah satu unsur esensial suatu negara dalam menyelenggarakan pemerintahannya, bukan hanya dari segi lokasi, namun juga tata kelola nya. 

Sesuai dengan UU Nomor 3, Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara, bahwasanya tata kelola wilayah Ibu Kota Negara adalah bagian dari upaya untuk mewujudkan tujuan bernegara yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945 alinea keempat. Selain menjadi sarana untuk mewujudkan Ibu Kota Negara yang aman, modern, berkelanjutan, dan berketahanan, juga dapat menjadi acuan bagi pembangunan penataan wilayah perkotaan lainnya di Indonesia.

Esensi dari ibukota negara, yakni dimana pemerintah mampu menata dan memperkuat kekuatan pemerintahan suatu negara, serta memberikan pengaruh secara terpusat untuk mengelola stabilitas dan memelihara pengembangan.

Historis Transformasi Ibu Kota Indonesia

Dalam sejarahnya, Indonesia sendiri telah mengalami beberapa kali perpindahan ibukota. Sejak pembubaran Republik Indonesia Serikat (RIS) pada tahun 1950, Indonesia berganti menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), lalu ibu kota Indonesia yang semula bertempat di Yogyakarta sejak 27 Desember 1949, berpindah ke Jakarta dan diakui secara de facto pada 17 Agustus 1950 hingga saat ini. Sehungga, hampir 73 tahun DKI Jakarta menduduki posisi sebagai ibu kota negara Indonesia. 

Bukan periode yang sebentar bagi DKI Jakarta menduduki posisi ibu kota, maka dari itu tak heran jika wilayah pusat Indonesia ini diwarnai berbagai dinamika pemerintahan, ekonomi, aktivitas sosial, dan persebaran budaya. Bukan hanya melayani dalam konteks domestik, namun ibu kota juga menjadi pusat dari aktivitas kooperasi internasional, seperti ekonomi (perdagangan jasa/ aktivitas ekspor impor, bea cukai, bisnis), lokasi kedutaan asing, serta pusat kegiatan diplomatik.

Selama lebih dari setengah abad menjadi sentral dari beberapa aktivitas padat negara, bukan hal baru jika DKI Jakarta menjadi sorotan sebagai daerah  yang menanggung beban tak hanya dari sisi kesibukannya saja, namun juga beban akibat kepadatan penduduk. Menurut data dari World Population Review 2022 Jakarta menempati peringkat ke-29 sebagai kota dengan jumlah penduduk terbesar di dunia sebanyak 11.074.811 jiwa. 

Persebaran populasi yang cepat memicu beberapa dampak negatif yang berkepanjangan. The TomTom Traffic Index menunjukkan bahwa peringkat kemacetan di Jakarta naik menjadi posisi 29 pada 2022 dibanding tahun sebelumnya, yakni peringkat 46 dari 390 kota seluruh dunia, dengan rata-rata waktu perjalanan 22 menit 40 detik per 10 km.

Agenda Perpindahan Ibu Kota Baru

Fenomena ini menuntun Jakarta menjadi salah satu penyumbang kadar polusi udara terbesar dunia, tidak hanya itu, kemacetan juga menyebabkan arus produktivitas terhambat. Riset dari World Bank tahun 2019 menunjukkan, bahwa kasus kemacetan memicu kerugian ekonomi sebesar adalah Rp 65 triliun per tahun. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline