Pada hari Jum'at tanggal 2 Februari 2018 Wakil Bupati Blora Bapak Arif Rohman meresmikan Kawasan Wisata Cemoro Pitu (Cemara Tujuh) dan Agrowisata Kampung Durian Nglawungan yang berada di kawasan Waduk Greneng yang beralamat tepatnya di Desa Greneng Kecamatan Tunjungan Kabupaten Blora Provinsi Jawa Tengah. (sumber: Twitter @info_blora)
Jauh hari sebelum objek wisata tersebut diresmikan, saya sudah terlebih dahulu berkunjung ke Kawasan Wisata Cemoro Pitu. Kegiatan jalan-jalan saya tersebut saya lakukan untuk mengobati rasa kangen saya akan suasana Blora, kota kelahiran saya. Dikarenakan selama 10 tahun lamanya saya jarang sekali jalan-jalan di Blora yang tentunya sudah berubah drastis dan berkembang menjadi kota yang lebih baik dalam mengoptimalkan potensi obyek-obyek wisatanya seperti yang terjadi pada kota-kota lainnya di seluruh Indonesia.
Saya berkunjung pada hari Kamis 11 Januari 2018. Kenapa saya tidak berkunjung pada waktu akhir pekan atau pada hari libur? Karena saya ingin lebih dapat menikmati panorama di Waduk Greneng. [Mengenai profil Waduk Greneng dapat dibaca di sini.]
Kunjungan saya kali ini adalah yang kesekian kali dan yang pertama kali setelah sepuluh tahun, saya sudah lupa berapa kali saya berkunjung ke Waduk Greneng. Tentunya sudah banyak perubahan yang terjadi, mulai dari akses jalan yang menunggu untuk diperbaiki, panorama selama perjalanan dan tentunya perkembangan kawasan wisata yang pesat.
Terakhir saya berkunjung, akses jalan ke Kecamatan Tunjungan dari jalan besar Blora-Grobogan masih sangat baik. Aspal mulus tanpa lubang jerawat, jadi saya tidak terlalu khawatir terhadap laju motor saya. Tetapi kondisi jalan tersebut berubah setelah Negara Api menyerang. Eh, bukan. Tentunya setelah sekian lama, kondisi jalan berubah menjadi jalan yang memiliki banyak jerawat (banyak lubang). Hal ini membuat saya tidak dapat mengantuk di atas motor saya.
Jalan rusak tersebut dapat saya rasakan dan nikmati getarannya hingga saya sampai di pertigaan Pasar Tunjungan. Sampai di sini hingga ke arah Waduk Greneng jalanan berkontur mulus dapat saya nikmati.
Nah, sesampainya saya di lokasi ternyata ada seseorang yang sudah menanti saya, yaitu seseorang yang paling kaya di Indonesia tetapi memiliki sifat tidak sombong karena beliau tahu bahwa apa yang beliau jaga hanyalah titipan. Siapakah beliau? Ya, tukang parkir. Terakhir saya berkunjung ke Waduk Greneng, entah kapan itu, belum ada tukang parkir yang menjaga kendaraan. Jadi siapkan saja uang kecil 2 ribuan agar tidak repot menunggu kembalian.
Lanjut, setelah saya parkirkan motor tercinta, saya melanjutkan agenda utama saya, yaitu menikmati panorama alam agar dari hal saya lakukan ini, rasa syukur saya terhadap pencipta akan semakin besar. Halah.
Di Waduk Greneng saya langsung berjalan kaki menyusuri jalur setapak menuju "pulau" Cemoro Pitu yang dalam bahasa Indonesia berarti Cemara Tujuh. Jaraknya tak terlalu jauh dan tidak begitu melelahkan karena saya disuguhi oleh pemandangan Waduk Greneng yang cukup menarik menurut saya.
Sesampainya di pintu masuk jembatan yang mengarah ke kawasan wisata Cemoro Pitu, saya sudah disambut seseorang (yang nanti saya ketahui bernama Mas Har) yang menjaga jalur masuk ke lokasi. Ngomong-ngomong, beberapa tahun lalu, menuju ke arah Cemoro Pitu hanya bisa dicapai dengan berjalan memutar yang agak jauh yang mana memerlukan kaki yang tabah dan sabar akan perjuangan. Selain itu terdapat jalur alternatif yang dapat dilalui dengan menyewa perahu dengan biaya 20 ribu sepuasnya.
Namun, kali ini saya tidak perlu memutar jauh dan tidak perlu menyewa perahu (karena saya mengirit pengeluaran). Cukup membayar dengan uang 5 ribu saya bisa dapat karcis bukti masuk dan berjalan melewati jembatan terapung menuju Kawasan Wisata Cemoro Pitu.