Lihat ke Halaman Asli

LUKA LAMA

Diperbarui: 17 Juni 2015   12:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Dia pergi selama ini  memang, dan kepergiannya meninggalkan kesakitan yang mendalam di hatiku, Kakak, dan Mama. Kami bertiga merasa sedih bukan kepalang sejak kepergiannya waktu itu, saat kami masih sama – sama kecil. tapi tidak mungkin selamanya kami bersedih, hidup harus terus dilanjutkan, dan tidak ada kata menyerah sekalipun rasanya sesak di dada sudah hendak membunuh kami bertiga.

Paling tragis mungkin kakakku. nasib pahit kehidupan menjadikannya sedemikian tegar dan kuat dalam menghadapi hidup, hal itu awalnya sangat bagus, tapi lama kelamaan semua itu menjadikan dia tak ubahnya seperti laki – laki, penampilannya, gaya hidupnya, semuanya mirip laki – laki, mungkin semacam traumatik atau apalah namanya yang jelas hal itu sangat membuat hatinya terluka, sehingga tiada pilihan lain selain menampakkan sisi maskulin dalam dirinya, walau begitu tidak akan pernah membuat hati puas secara sempurna.

Cukuplah menceritakan kakakku, aku akhir – akhir ini banyak bertengkar dengan dia karena banyak hal, mulai dari kebiasaan merokoknya yang mulai membahayakan, juga keisengannya menggoda teman – temanku yang cewek, dan banyak lagi yang makin ke sini makin membuatku muak. dia harusnya disadarkan akan keperempuanannya, dan yang menyadarkan harusnya bukanlah aku. Sepahit apapun hidup yang dia jalani, tak seharusnya dia melakukan sesuatu yang menurut pandanganku dan pandangan banyak orang adalah sebagai sebuah penyimpangan.

Kembali ke dia, dia ayahku. kali ini episode kehidupan membawakan suguhan kisah drama fenomenal tentang keluarga, kesadaran hidup seorang ayah, dan apapun jua yang sangat menarik, karena siapa orang yang tidak tertarik dengan hubungan ayah dan anak, siapapun akan tertarik. tetangga kanan kiri, saudara sepupu ibuku, saudara iparnya, dan lain sebagainya mereka sudah membicarakan desas – desus tentang kejadian tiga hari ini.

Kejadian dimana ayahku akhirnya pulang ke rumah, membawa seorang anak gadis dan seorang wanita yang dia katakan sebagai istri mudanya, anaknya bernama Sarah, dan istrinya yang biar sudah berumur tapi masih cantik itu bernama Yanti.

Berani sekali ayahku kembali dan membawa anak istrinya ke rumahku, apa maksudnya? tidak segankah dia sama ibuku, sama aku, dan sama kakakku yang kataku sudah menyerupai cowok itu.

*

Hati ini nyaris runtuh saat dia memelukku. Tidak, ini tidak mungkin. sudah kurekam dan kupatri di hatiku jika aku akan selamanya membenci pria ini, tidak akan pernah ada setitikpun celah untuk memaafkan atau bahkan melupakan. tidak akan. Dia sudah cukup menyakitiku dengan kepergiannya dahulu, tidak mungkin aku dengan dengan mudah memaafkannya. tidak mungkin.

aku masih ingat betapa setelah pria ini pergi aku dijadikan bahan ejekan teman – teman, aku merasa hina, dan aku merasa kotor setelah semua hinaan itu tidak cukup, karena ada seorang cowok usil yang akhirnya bisa menggaetku dan membuatku jatuh hati lalu memperkosaku hingga aku murka pada hidup ini, hingga akhirnya aku makin membenci dia, membenci keadaanku yang sebagai wanita lemah.

Harusnya kejadian ini tidak terjadi, tapi kalau aku melepaskan akan sangat tidak sopan, sopan? buat apa dia diberikan sikap sopan, dia juga tidak pernah sopan pada kami semua dengan tindakan meninggalkan kami semua dahulu.

*

Aku jadi cukup paham bagaimana kecewanya kakakku, bagaimana sakit hatinya dia sama ayah. Dulu ketika proses perceraian itu dia sudah cukup besar, dia sudah cukup mengerti arti sebuah perceraian, entah kenapa sehingga sejak itu dia jadi suka di luar rumah, dan beberapa saat kemudian dia merombak total gayanya. dia tidak mau terlihat lemah di hadapan banyak orang, sifat itu membanggakan. Ibu seringkali mencontohkan dia untuk aku, agar aku juga jadi laki – laki yang tidak berputus asa, agar aku juga pantang menyerah, dan lain sebagainya.

Ayahku sendiri juga sebenarnya memberikan pelajaran dengan kepengecutannya itu, sadar atau tidak, dia punya jasa besar pada kami, tanpa dia pergi, mana mungkin sekarang aku bisa punya usaha toko kelontong sebesar dan selaris ini, mana mungkin aku bisa punya mobil di usia semuda ini, tidak akan, jadi kalau aku sih ambil titik positifnya saja.

*

Ayah, dia mengakhiri pelukanku dengan tangis, tangis yang sangat terlambat. aku telah menjadi manusia dewasa yang nakal sekarang, aku bukan lagi gadis manis ayu nan anggun seperti dahulu, aku telah berbeda.

Tapi apa ini, ini tangisanku? aku menangis? untuk apa? tidak. aku tidak boleh menangis, pria ini hanya akan mencuri kebahagiaan yang sudah aku susun rapi – rapi. akan hancur lagi, aku tak sanggup. aku harus segera meninggalkan tempat ini.”

*

“Menurutmu apa maksud Ayah pulang ke rumah ini?”

“Mana gue tahu, kalo gue pikir sih, Ayah datang tak ada maksud lain supaya untuk merubah dirimu.”

“Kenapa gue?”

“Mungkin Ayah dengar kali anaknya sekarang melakukan penyimpangan.”

“Terus apa urusannya sama gue, gue nggak peduli dia bakalan kecewa atau tidak sama gue.”

“Kalo menurut gue sih, dia mau ngejodohin kamu sama seseorang gitu deh.”

Tapi gue masih dendam banget ama dia.”

“Jangan gitu deh, Kak! biar bagaimanapun dia adalah Ayah kita.”

“Tapi... gue kesel banget sama dia!”

*

Ini semua ternyata permintaan ibuku, pada suaminya. pada pria yang aku sebut sebagai ayahku, dia minta ayah datang buat memintaku menikah, dengan cowok. karena mungkin ibuku sudah tidak sanggup melihat kelakuanku yang semakin di luar batas kewajaran menurutnya. sungguh aku tak mengerti jalan pikiran mereka, emang dipikir gampang nikah sama pria yang nggak mungkin aku sayangi, yang mana aku sendiri sudah menganggap diriku ini sebagai pria.

lalu harus bagaimana aku sekarang, menerima keadaan menerima kenyataan, atau memberontak dan tidak peduli sekalipun mereka adalah orang – orang yang aku sayangi, ayah dan ibuku sendiri. sepertinya rasa sakitku bertahun – tahun itu mendadak lenyap begitu saja padahal aku tahu kini justru di hari – hari ini bayangan masa kelamku, masa kotorku itu kembali berputar – putar di dalam benak.

Tapi, apa sih salahnya dicoba saja, kulihat cowok yang hendak dijodohkan sama aku wajahnya juga tidak jelek, dan sepertinya bukan dari orang yang alim – alim banget, sekilas wajah itu menampilkan keseriusan bahkan condong menuju kecongkakan, mirip karakter bad boy di film – film.

*

Asalkan demi kakakku aku siap untuk terluka, terluka? kenapa? ah sudahlah. tidak ada masalah. aku rasa dia yang lebih membutuhkan lelaki itu. karena aku sama sekali tidak akan memiliki nilai seperti nilai kakakku di matanya. laki – laki itu, calon suami kakakku. dia selama ini mendekatiku karena dengan tujuan utama kakakku, yang sayangnya? aku terlalu kege-eran karena mengira dia punya “perasaan” padaku.

Oh tidak, semua orang tidak boleh tahu apa maksud kalimatku di atas, orang lain tidak boleh tahu jika selama ini aku menjadi sosok yang tak pernah bisa benar – benar tegar dan kuat menghadapi masalah – masalah kehidupan ini, dan orang lain tidak boleh tahu kalau sebenarnya aku dengan kesempurnaan yang Tuhan berikan padaku ini juga memiliki “kelainan” yang sangat dikhawatirkan ayah ibuku terjadi pada kakakku.

Tapi dia, ikhlaskah aku melepaskannya untuk kakakku? dia terlalu sempurna untuk dilupakan dia terlalu indah untuk dilepaskan. aku, mungkin akan kecewa, untuk menjadi bahagia. tapi mungkin semua ini butuh waktu, semoga hatiku diberikan kesabaran tingkat tinggi.

*

Aku paling tahu apa yang terbaik untuk anak – anakku, karena aku ayah dari mereka. aku tahu hubungan anak laki – lakiku dengan calon kakak iparnya itu, aku tahu ada kecewa dalam hati anak laki – lakiku, tapi aku tak akan membiarkan penyimpangan itu terjadi di rumah ini, yang jika dirunut asal muasalnya, adalah dari kesalahanku meninggalkan mereka semua saat masih kanak – kanak.

Ah sudahlah, tugasku telah usai. jika nanti mereka masih bandel, Jelita masih kayak cowok, dan anak laki – lakiku masih menyimpan perasaan feminimnya,  aku pasrahkan pada Tuhan, kasih jalan pada mereka, jalan yang terbaik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline