Saya masih geleng-geleng kepala bahkan ketika menuliskan ini. Pasalnya, SD alias Sekolah Dasar yang akan saya tuliskan kisahnya ini memang tergolong unik. Terletak di salah satu pelosok dusun yang untuk menuju kesana membutuhkan hampir satu jam perjalanan dengan motor dari Puskesmas Tosari tempat saya mengabdi. Tentunya melewati jalanan yang tidak mulus. [caption id="attachment_284302" align="alignnone" width="640" caption="Dusun Ngawu dari dekat"][/caption] [caption id="attachment_284303" align="aligncenter" width="640" caption="Ini dia SD unik di Puncak Bromo"]
[/caption] [caption id="attachment_284304" align="aligncenter" width="640" caption="Kreativitas di dalam kelas"]
[/caption] [caption id="attachment_284305" align="aligncenter" width="640" caption="Hasil mewarnai yang membuat senyum bangga saya terkembang"]
[/caption] [caption id="attachment_284306" align="aligncenter" width="640" caption="Ornamen origami seribu burung bangau ^_^"]
[/caption] [caption id="attachment_284307" align="aligncenter" width="640" caption="Suasana terasa lenggang padahal seluruh anak sudah hadir"]
[/caption] SD Negeri Podokoyo 3, itulah nama SD unik yang tidak pernah berhenti membuat hati saya tersentuh. Dusun mereka lebih dikenal sebagai dusun Ngawu dimana uniknya Ngawu ini terletak dalam tiga wilayah desa sehingga pengembangannya tidak maksimal. Hal itu mempengaruhi juga proses pendirian sekolah ini dimana muridnya berasal dari dusun Ngawu yang terpencil. Kenapa saya katakan terpencil, karena untuk mencapai sekolah terdekat di luar dusun membutuhkan waktu minimal dua jam berjalan kaki. Hal itulah yang membuat mengapa SD ini akhirnya didirikan. Takut Imunisasi? Jika anda pernah membaca artiket terkait bayi yang ketika lahir disuapi pisang, nah....ini masih berada di Dusun Ngawu yang sama. Luar biasa bukan. Jadi bukan hanya SD yang unik tapi sejak bayi pun nyaris para balita di sini tidak tersentuh imunisasi. Salah satunya karena memang tenaga kesehatan yang ada sulit menjangkau wilayah ini. Bahkan saya memilih untuk mendatangi dusun ini hingga beberapa kali demi mengaktifkan kembali posyandu termasuk imunisasi wajib untuk murid SD. Bagaimana reaksi anak SD ini ketika saya datang untuk memberikan imunisasi dengan mobil ambulance? Tentunya dalam kepala mereka sudah ada ketakutan tersendiri apalagi orang tua di dusun ini terkenal paling antipati dengan imunisasi hanya lantaran takut anak panas setelah disuntik. Beruntung saya membawa kamera sehingga lebih mirip tukang foto ketimbang dokter dan sinar tembak kamera membuat anak-anak bergerumul dengan cepat. Dan satu persatu-satu mereka akan dipanggil berdasarkan kelas, dan tentunya tidak memakan waktu lama karena totalnya hanya sedikit. Dan sedikit yang bisa saya berikan untuk mereka adalah nyanyian 10 S beserta gerakannya. [caption id="attachment_284308" align="aligncenter" width="640" caption="Nyanyian 10 S membuat mereka riang"]
[/caption] [caption id="attachment_284309" align="aligncenter" width="640" caption="Sang pemberani ini siap untuk diimunisasi. Tidak takut!"]
[/caption] [caption id="attachment_284310" align="aligncenter" width="640" caption="Kalau Si Riang ini memang tak ada duanya...!"]
[/caption] [caption id="attachment_284311" align="aligncenter" width="640" caption="Yah...Si Cantik ini udah nangis sebelum berperang"]
[/caption] [caption id="attachment_284312" align="aligncenter" width="640" caption="Nangis berjamaah padahal belum diapa-apain...Lucu inget ekspresi anak kelas satu ini. Syukurnya reda dan berhasil diimunisasi dengan baik "]
[/caption] Dedikasi Tinggi Yah...tidak sembarangan guru dapat bertugas di tempat seperti ini karena ternyata sebagian besar dari total 11 pegawai di SD ini berasal dari Pasuruan. Yap...setiap harinya mereka harus menempuh jarak jauh dari pasuruan menggunakan motor menuju SD ini. Sebagai gambaran, Pasuruan ke Puskesmas saya saja terkadang membutuhkan satu jam lebih dengan jalan berkelok-kelok dan menyebabkan muntah jika belum terbiasa. Ditambah perjalanan dari puskesmas menuju SD, lengkap sudah dua jam selalu ditempuh oleh para guru demi mendedikasikan hidup mereka pada anak-anak Ngawu. [caption id="attachment_284314" align="alignnone" width="640" caption="Total guru di SD unik ini "]
[/caption] [caption id="attachment_284315" align="aligncenter" width="640" caption="Tetap berprestasi walau dengan segala keterbatasan"]
[/caption] Dan...yang mereka didik hanya berjumlah total 22 anak saja!!!! Yap...bahkan ketika pertama kali saya mengumpulkan seluruh anak di satu ruangan, masih terlihat sedikit. Jika di kota biasanya 40 murid terlihat dalam satu kelas maka di dusun ini jangan pernah berharap akan menemukan banyak murid. Pasalnya, jumlah anak yang dihasilkan dalam setiap tahun di dusun ini pun tergolong sedikit tidak pernah lebih dari lima. Bahkan tidak ada PAUD ataupun TK karena memang balita yang ada sedikit dan mereka langsung duduk di bangku SD ketika usianya siap. [caption id="attachment_284321" align="aligncenter" width="640" caption="Anak kelas satu ^_^"]
[/caption] [caption id="attachment_284322" align="aligncenter" width="640" caption="Anak kelas dua ^_^"]
[/caption] [caption id="attachment_284323" align="aligncenter" width="640" caption="Anak kelas tiga ^_^"]
[/caption] [caption id="attachment_284324" align="aligncenter" width="640" caption="Anak kelas empat ^_^"]
[/caption] [caption id="attachment_284325" align="aligncenter" width="640" caption="Anak kelas lima ^_^"]
[/caption] [caption id="attachment_284326" align="aligncenter" width="424" caption="Anak kelas enam ^_^"]
[/caption] [caption id="attachment_284328" align="aligncenter" width="424" caption="Meloncatlah lebih tinggi!"]
[/caption] Namun...saya tahu 22 anak ini akan menjadi anak hebat suatu hari nanti, membanggakan orang tua mereka yang sebagian besar masih menutup mata akan pentingnya pendidikan dibandingkan bertani. Bahkan saya terkadang miris jika membayangkan setelah lulus SD, mereka harus menempuh jarak jauh menuju SMP yang adanya di desa saya. Seperti tahun 2013 ini dimana jumlah siswa kelas enam yang lulus hanya DUA anak saja. Sepasang lulusan ini berencana untuk melanjutkan SMP dan saya berharap itu benar karena benar-benar di tangan mereka nantinya kehidupan di dusun ini akan berubah. Ah...ini potret sudut di negeri saya, siapa yang menjamin bahwa tanah Jawa sudah menyekolahkan seluruh anak-anaknya. Jika tuntutan perut lebih kuat daripada otak maka anak-anak itu setelah lulus hanya akan kembali ke ladang membantu orang tua mereka bertani padahal hak mereka mengenyam pendidikan kata para Pembesar Negeri ini sampai 9 tahun. Mirisss.... Tapi...melihat senyum mereka yang mengembang membuat dada saya dapat bernapas lagi. Terus bersemangat anak-anakku. Maaf ibu dokter kalian belum dapat berbuat banyak menyangkut pendidikan kalian. Tetap SEHAT ya agar terus BERSEKOLAH!!! Salam Anak Indonesia dr. Hafiidhaturrahmah Pencerah Nusantara Tosari [caption id="attachment_284319" align="alignnone" width="640" caption="Berpose malu-malu kucing"]
[/caption] [caption id="attachment_284320" align="aligncenter" width="640" caption="Nah....meloncatlah lebih tinggi anak-anakku. "]
[/caption]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H