[caption id="attachment_206306" align="aligncenter" width="640" caption="Kraca....makin besar cangkangnya, makin enak isinya, makin susah sedotannya (Dok Pribadi)"][/caption] Yup....nama makanan ini KRACA. Murni terbuat dari keong yang biasanya dipilih dari yang hidup di kolam atau sawah. Entah mengapa, sudah menjadi tradisi kalau Ramadhan pasti harus ada kraca. Sama seperti Ramadhan harus ada kolak pisang, kraca berdiri sejajar. Sayangnya, selama menjalani puasa di Jakarta, saya tidak menemukan keong alias kraca ini. Tampaknya makanan satu ini memang menjadi ciri khas daerah asal saya. Tidak percuma saya mudik ke Purwokerto demi mencari kraca, memuaskan saraf lidah saya akan goyangan keong. [caption id="attachment_206307" align="aligncenter" width="865" caption="Jangan anggap remeh...butuh keahlian khusus meracik keong menjadi Kraca yang nikmat"]
[/caption] Bagi yang belum pernah mencoba mungkin awalnya akan terasa jijik namun tenang saja. Keong ini beda jenisnya dengan bekicot yang sangat berlendir jadi aman untuk dimakan. Bagaimana Cara Memakannya? Cara terbaik adalah dengan menyedotnya. Yah...anda tidak salah baca. Benar-benar disedot sari patinya bahkan terkadang kuahnya yang tertinggal di cangkang pun akan terasa sangat nikmat ketika disedot. Hanya saja tekadang untuk pemula cara ini tidak terlalu disukai. Mengapa demikian? Sesuai dengan sifatnya, keong ini dagingnya melekat kuat di cangkang padahal sudah diolah hampir semalaman. Nah bagi yang belum ahli sedot menyedot nanti dapat berujung kecewa ketika sedotannya gagal. Tapi ada tipsnya bagi penyedot pemula. Pecahkan bagian buntut keong untuk memberikan sedikit rongga dan bebaskan sedikit dagingnya dengan lidi. Baru setelah itu disedot dan dipastikan senyum ketika seonggok daging keong mendarat di lidah Anda. Namun, gunakan saja cara aman kedua jika ingin cepat dan tidak repot-repot mengotori mulut dengan adegan sedot menyedot. LIDI...perangkat itu yang biasanya menjadi satu paket dengan kraca. Caranya mudah. Cukup tusuk-tusuk lalu cungkil saja sampai daging keong keluar. Jika masih gagal, gunakan cara ketiga dengan mengambil martil dan memukul badan keong sampai hancur. Jelas cara ini menjadi alternatif terakhir jika gagal. [caption id="attachment_206308" align="aligncenter" width="461" caption="Maaf saya pilih cara aman menggunakan lidi saja. Saya belum jago untuk cara yang pertama (Dok Pribadi)"]
[/caption] Bagaimana Sensasi Rasanya? Baiklah bagi yang belum pernah mencoba, Anda bisa bayangkan makan aneka jenis rempah yang digabung menjadi satu dan diramu dalam bentuk kuah. Campuran manis, asam, asin serta pedas tergabung jadi satu dalam Kraca. Tidak jarang, bagi yang belum terbiasa (lagi-lagi) menyedot, maka di awalan Anda mungkin dapat tersedak. Oleh karenanya, disarankan bagi yang tidak terlalu suka pedas untuk tanya ke penjual "kadar kepedasan" kracanya. Atau jika yang sama sekali belum pernah membayangkan memakan jenis keong, silakan berimajinasi dengan seafood yang diolah dengan kuah tanpa santan bertaburkan bumbu rempah. Kenyalnya mirip sensasi makan cumi hanya saja lagi-lagi, sensasi keong ini harus dicoba untuk langsung dibuktikan ketimbang dibayangkan saja. Bagaimana Prospek Bisnisnya? Jangan salah dan menganggap remah sebutir keong. Saya akan membawa Anda menuju ke satu tempat penjualan kraca yang selalu diserbu pelanggan bahkan dari luar Purwokerto sekali pun. Warung Keong BuLan....begitu saya biasa memanggilnya. Tidak hanya memenuhi hasrat kraca di kala Ramadhan, warung Bu Lan juga masih membuat kraca di luar Ramadhan. Sore ini saya khusus mendatangi warung Bu Lan yang berada di kompleks Kauman Lama dekat dengan Pasar Wage. Tidak sulit mencarinya. Anda cukup berjalan di area jalan utama Jenderal Soedirman dan mencapai Pasar Wage lalu bertanya pada tukang becak atau siapapun disana, sebagian besar akan tahu. Yup...ini tempat pembuatan kraca tertua yang ada di Purwokerto. [caption id="attachment_206354" align="aligncenter" width="640" caption="Warung keong Bu Lan tepat berada di kompleks jalan Kauman Lama (Dok Pribadi) "]
[/caption] [caption id="attachment_206355" align="aligncenter" width="640" caption="Bahkan mirip Klinik Tong Fang karena keong termasuk obat ampuh (Dok Pribadi)"]
[/caption] [caption id="attachment_206356" align="aligncenter" width="640" caption="Iklan yang menarik bahwa ini bukan keong racun (Dok Pribadi)"]
[/caption] [caption id="attachment_206357" align="aligncenter" width="640" caption="Keong baik untuk ibu hamil, sariawan dan penyakit liver. Begitu slogannya (Dok Pribadi)"]
[/caption] Jam 5 sore saya sampai dan dengan bangga tidak tampak antrian sepeda motor maupun mobil seperti biasa. Saya gembira, artinya saya tidak perlu berdesakan dan menunggu lama. Bahkan saya masih disambut langsung oleh Bu Lan yang masih belum melepaskan celemek kesayangannya. [caption id="attachment_206358" align="aligncenter" width="640" caption="Bu Lan, sosok pengusaha tangguh yang tekun dan kreatif (Dok Pribadi) "]
[/caption] [caption id="attachment_206359" align="aligncenter" width="640" caption="Warung kecil ini dipenuhi oleh berbagai macam banner di segala sudutnya (Dok Pribadi)"]
[/caption] Usut punya usut ternyata produksi keong kracanya sedang menurun karena hari ini HANYA 60 kilogram keong saya yang diolahnya. Dengan harga bahan mentah keong Rp. 10.000 saja dan keong matang alias kraca dibrandol Rp. 26.000 per kilonya, sudah jelas selisih keuntungan yang lumayan masuk ke pundi Bu Lan. Yah....itu tergolong sedikit karena stok keong yang sedang menipis di pasaran, ujarnya. Lalu, biasanya bagaimana? Yah biasa dalam sehari Bu Lan mampu memasak dan menjual hingga 150 kilogram kraca. Saya hanya melongo. Jika dikalkulasikan dari keong saja sehari meraup keuntungan bersih 500-ribu saja maka dalam bulan Ramadhan sudah minimal 15 Juta dikantonginya. Belum lagi ditambah penghasilan non kraca karena warung Bu Lan juga menyediakan menu berbuka puasa lainnya. [caption id="attachment_206360" align="aligncenter" width="480" caption="Berbagai menu yang ada di warung Bu Lan (Dok Pribadi)"]
[/caption] Semudah itukah? Tentu saja tidak kawan. Dari berbagai warung kraca yang ada di Purwokerto, hanya tempat Bu Lan ini yang menjadi GOLD STANDARD (Bahasa Kedokteran yang artinya patokan emas) alias TOP dalam segi rasa dan kualitas. Bagaimana tidak, setiap sorenya ketika pasokan keong datang, Bu Lan dibantu suaminya langsung membersihkan keong, melakukan -nitis- alias melubangi belakang keong untuk mengeluarkan kotoran. Setelahnya keong masih harus direndam selama satu hari satu malam agar hilang bau amisnya. Lalu, tepat di pukul 4 pagi ritual khusus harian pun dimulai. Adonan bumbu yang sudah dihaluskan dikeluarkan dan masuk dalam sebuah wajan besar yang muat untuk 30 kilogram keong. Proses pemasakannya sendiri berlangsung ENAM jam untuk mendapatkan Kraca dengan rasa sempurna. Setelahnya, dari pukul 10 pagi hingga pukul 5 sore, kraca buatan Bu Lan sudah dapat dinikmati. Pembelinya datang dari segala penjuru. Dan ketika saya datang....inilah yang saya dapatkan. [caption id="attachment_206362" align="aligncenter" width="640" caption="Kracanya sudah habis dan saya hanya menelan ludah. Besok sudah harus balik Jakarta (Dok Pribadi)"]
[/caption] Saya harus menahan sensasi sedot menyedot kraca terenak ini lantaran datang terlambat. Besok saya disarankan datang jam 10 pagi ketika kraca baru turun dari tungku. Jika tidak, maka saya kembali akan gigit jari. Salam Sedot-Sedotan Kraca
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H