[caption id="attachment_364532" align="aligncenter" width="624" caption="Ilustrasi, Beasiswa (Shutterstock)"][/caption]
Sekolah di Program Pendidikan Dokter Spesialias atau biasa yang kita kenal sebagai PPDS boleh jadi masih menjadi incaran banyak dokter umum. Selain karena memfokuskan diri dalam minat yang berbeda-beda, PPDS seolah menjadi wadah pembelajaran kembali, bukti bahwa dunia kedokteran sebenarnya sangat luas dan dalam. Terkait suka dukanya masuk ke suatu PPDS tertentu di universitas tertentu bukan rahasia. Apalagi ternyata banyak faktor yang mempengaruhi kita diterima atau tidak mulai dari faktor otak, keluarga, link, dan tentu saja yang terakhir pembiayaan.
Nah terkait pembiayaan, selama ini hanya dibagi menjadi dua, swadaya alias bayar sendiri (bisa dibayarin orang tua/suami/istri atau hasil menabung selama bekerja tahunan) dan kemitraan (dibayari oleh suatu lembaga entah RS/Univ tempat kita bekerja atau lembaga beasiswa seperti Kemenkes). Kenapa terkait pembiayaan ini penting karena PPDS bukanlah program yang setahun dua tahun selesai. Ada tahun-tahun panjang dimana para penguji tidak ingin siswanya putus di tengah jalan lantaran kendala biaya. Jadi tidak jarang dalam wawancara PPDS akan ditanyakan terkait hal ini.
Tidak berpanjang lebar, saya ingin berbagi sedikit kisah tentang beasiswa Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP).
LPDP Jawaban Doa Panjang Saya
Jujur sudah lama saya berdoa agar LPDP membuka kuota khusus untuk sekolah dokter spesialis. Maklumlah beasiswa LPDP yang keren ini hanya membiayai S2-S3 baik dalam negeri maupun luar negeri dan juga tesis/diseertasi. Setiap tahun walau bekerja di pedalaman, saya berusaha unutk update websitenya dan ternyata Tuhan mengabulkan doa saya. Hasil rutin membaca pengalaman rekan-rekan yang lolos LPDP walau bukan PPDS membuat saya makin bersemangat.
Tepat di 2014 LPDP membuka program khusus Beasiswa Spesialis Kedokteran. Dan berdasarkan tanggalan ujian LPDP, sejak periode bulan Juni 2014 telah dibuka hanya saja saya gagal menemukan nama rekan sejawat yang diterima di pengumuman LPDP selanjutnya. Wah jelas penasaran dong karena sebagai dokter kepo, penting untuk tahu siapa sejawat pertama yang berhasil mendapatkan beasiswa ini. Dan hasilnya nihil sehingga saya putuskan untuk mendaftar LPDP di periode September 2014. Hal ini lebih karena lokasi penempatan saya di Papua membuat saya dapat melalui jadwal di periode September. Lebih detailnya lagi jadwal LPDP dapat dilihat disini
Untuk yang penasaran apa, siapa dan bagaimana LPDP itu bekerja, silakan bisa baca tulisan para kompasioners seperti Mas Benny Rhamdani disini,Bang Kasim , Mas Unggul, Mba Asri, Om Ben, dan masih banyak lainnya.
Tulisan ini khusus hanya akan membahas bagaimana LPDP PPDS. Detail persayaratan dapat dibaca di webnya. Singkat cerita, penerima LPDP PPDS periode September 2014 yang hanya 14 orang dapat dilihat disini dari yang lolos wawancara sebanyak 21 orang.
LPDP Mencetak Pemimpin Masa Depan
Berawal dari visi misi LPDP yang ingin mempersiapkan pemimpin masa depan dalam berbagai aspek, maka dikembangkanlah program beasiswa khusus PPDS. Selama ini jelas kita tahun dokter spesialis masih kurang jumlahnya untuk dapat memenuhi kebutuhan semua penduduk Indoensia. Belum lagi kenyataan bahwa dokter spesialis lebih tersebar di pulau Jawa dibandingkan luar Jawa. Program inovatif dari LPDP ini tentu saja membawa berkah apalagi bagi dokter umum yang secara finansial memang bermasalah. Seperti saya pribadi, mimpi menjadi spesialis anak yang lama terkubur akhirnya bangkit lagi setelah ada beasiswa ini. Tapi bukan hanya untuk yang secara pendanaan kurang mampu seperti saya, LPDP juga menjaring banyak dokter dengan idealisme membangun bangsa namun mampu pendanaan. Karena LPDP mencari PEMIMPIN maka Indonesia hari esok ditentukan saya yakini dari siapa yang hari ini berada dalam lingkaran LPDP dan dibantu mewujudkan mimpi-mimpinya oleh LPDP.