Merdeka yang sesungguhnya adalah hak istimewa untuk memikirkan kepentingan lebih besar yang bermanfaat untuk orang banyak, dan bukan sarana untuk sekedar memikirkan kepentingan diri sendiri.
Hal ini senada dengan apa yang diungkapkan oleh Santo Paus Yohanes Paulus II, yaitu "kemerdekaan bukan berarti melakukan apa yang kita sukai, tetap merupakan hak untuk melakukan apa yang seharusnya kita lakukan (the right to do what we ought)."
Lebih lanjut Ia mengatakan bahwa, "manusia dipanggil untuk menjadi merdeka," namun kemerdekaan yang didasarkan pada nilai dan sikap etis serta beralaskan kebenaran, solidaritas, pengorbanan, dan cinta.
Pemikiran ini pun telah dikumandangkan oleh Bung Karno pada Pidato tanggal 1 Juni 1945 di Sidang Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai di Jakarta, yang mengatakan bahwa status Indonesia Merdeka adalah suatu jembatan emas agar dapat dengan "leluasa menyusun masyarakat Indonesia Merdeka yang gagah, kuat, sehat, kekal, dan abadi." Status merdeka merupakan instrumen untuk membangun negeri dan masyarakat yang merdeka jiwa dan raganya.
Pemikiran-pemikiran di atas tentu berbeda dengan berbagai fenomena tuntutan kemerdekaan individu kebablasan yang kita amati di dunia barat akhir-akhir ini dan diamplifikasi oleh sosial media.
Terjadi pertempuran antara kemerdekaan yang berpusat pada diri sendiri (self-centered fredom), yaitu kemerdekaan yang difokuskan untuk memenuhi keinginan dan gaya hidup yang menguntungkan pribadi, dengan kemerdekaan yang berpusat pada orang lain (other-oriented freedom), yaitu kebebasan yang digunakan untuk memberdayakan dan memberi manfaat untuk orang lain.
Sayangnya, sebagian besar generasi muda banyak terekspos oleh nilai self-centered freedom sehingga melahirkan generasi strawberry, yang oleh Rhenald Khasali dalam bukunya Strawberry Generation (2017) didefinisikan sebagai "generasi yang memiliki banyak ide dan gagasan kreatif tapi mudah menyerah dan gampang sakit hati."
Padahal, bangsa Indonesia membutuhkan generasi muda tangguh yang dapat mengaplikasikan ide dan gagasan kreatif untuk memberikan solusi bagi permasalahan di komunitas, kota, dan bangsanya meskipun harus melalui berbagai rintangan.
Generasi muda tangguh tersebut sangat dibutuhkan terutama menjelang Pemilu 2024, sebagai pemilu yang penting dalam sejarah Indonesia karena akan melangsungkan Pemilu dan Pilkada di tahun yang sama.
Berdasarkan hasil rekapitulasi Daftar Pemilih Tetap (DPT) KPU (2023) maka mayoritas pemilih pada pemilu tahun 2024 adalah generasi milenial dan generasi Z yang mendominasi hingga 60% dari seluruh pemilih atau berjumlah lebih dari 113 juta dari total 204.807.222 pemilih. Untuk dapat mempersiapkan pemilih muda agar siap menyambut pemilu 2024 maka perlu disiapkan pendidikan pemilih yang efektif.
Pendidikan Pemilih untuk Generasi Muda yang Merdeka