PANDANGAN HUBUNGAN INDONESIA-MALAYSIA DALAM APLN
Pandangan dalam Asia Pasific Leadership Network (APLN) terhadap Indonesia-Malaysia dapat tergantung pada pandangan individu dan kelompok dalam organisasi tersebut. APLN sendiri merupakan Organisasi yang bertuju pada isu-isu non-proliferasi nuklir dan keamanan nuklir di Kawasan Asia Pasifik dan serta memiliki 2 generasi.
kedua generasi dari PLN mereka telah dipersatukan karena memiliki gugatan kepada pandangan unitary state actor yang pada saat itu dominan untuk menganalisis PLN. Mereka menolak asumsi realisme dan mengatakan bahwa banyak actor yang mempengaruhi keputusan LN bukan hanya state, dengan kata lain, merekai ingin membongkar black box negara yang selama ini diasumsikan oleh realisme sebagai,utuh seperti perbenturan billiard ball dalam pertarungan di meja billiard. Menurut Allison, keputusan PLN merupakan hasil kompromi dari berbagai kekuatan politik yang relavan dalam pembuatan keputusan. Dengan memakai model Allison bahwa pertanyaan utama yaitu siapakah kekuatan yang relavan dalam perumusan kebijakan di Indonesia dalam hubungan Malaysia-Indonesia?
Pengaruh media massa dan protes Masyarakat dominan, tetapi agaknya mereka bukan pemain utama dalam hubungan RI-Malaysia. Pemain utamanya adalah tetap kementrian luar negeri, Presiden, militer dan pelaku-pelaku ekonomi. Mereka ini lebih menentukan keputusan di PLN terhadap Malaysia daripada protes-protes dan laporan media massa yang Nampak meriah belakangan ini. Mengapa protes dan media kurang berpengaruh atau pengaruhnya sangat terbatas dalam perumusan kebijakan LN terhadap Malaysia. Alasan utama adalah karena protes itu bersifat sesaat, sporadis, tanpa tujuan jangka Panjang dan dipengaruhi oleh kepentingan politik tertentu. Tujuannya adalah tidak diumuskan secara konkrit dalam suatu aksi jangka Panjang.
kasus-kasus pelanggaran perbatasan, penangkapan pekerja Indonesia, penahanan nelayan adalah banyak, tetapi karena tidak dilaporkan oleh media, semua itu tidak menjadi masalah tidak dilaporkan oleh media, semua itu tidak menjadi masalah besar pada bulan juli 2010, ada 8 nelayan Indonesia yang ditangkap karena melewati perbatasan laut Malaysia. Mereka kemudian dibawa ke pengadilan dan ditanyakan bersalah sehingga harus di penjara antara 4 sampai 6 bulan. Mereka di tempatkan dipenjara pokok Sena, Alor Setar, Kedah
Pada saat hamper yang bersamaan, ada lima nelayan Indonesia yang juga tertangkap karena memasuki peraiaran Malaysia, Namun karena intervensi dan pendampingan konsulat indoneisa di Penang, Mereka terbukti tidak bersalah karena memang terjadi kerusakan mesin dalam kapal motor mereka yang membuat mereka terombang ambing sementara 8 nelayan sebelumnya agaknya tidak bisa membuktikan bahwa mereka tidak sengaja memasuki wilayah perairan Malaysia.
Mungkin karena mereka ini bukan orang besar, seperti para anggota kementrian kelautan dan perikanan, mereka tidak mendapatkan pemberitaan besar. Tidak ada yang mencoba menolong mereka dengan gegap gempita. Intervensi pemerintah melalui kedutaan besar mungkin lambat karena mereka mungkin tidak mendapatkan informasi atau,kalaupun ada informasi, kasusnya memang tidak bisa mereka bantu. Para staff kedubes ini sangat paham apa yang dapat merekalakukan dan intervensi dalam yuridiksi kedaulatan negara lain. Jadi mereka tidak sembarang marah dan melakukan tindakan yang tergesa-gesa.
Protes Masyarakat juga ternyata sangat selektif dan mereka sangat mudah terprovokasi oleh pemberitaan media yang sensasional. Kalua Masyarakat dan media mempunyai tujuan yang serius dalam protes-protes itu, mereka harus mengawal kebijakan pemerintah dan memastikan bahwa pemerintah melakukan hal yang terbaik dalam dealing dengan Malaysia, tetapi proses itu telah reda setelah dilakukan beberapa respon baik dari Malaysia maupun pemerintah Indonesia . Respon yang dilakukan juga sporadic dan ingin memaskan para pemrotes saja.
Pemrotes itu tidak memahami akar permasalahan yang kompleks dalam hubungan kedua negara karena menyangkut system hukum di kedua negara lebih dalam interaksi yang semakin intensif dalam era global ini. Interaksi itu bukan saja berkaitan dengan para pekerja tetapi juga pelaku ekonomi yang berkaitan dengan investasi dan perdagangan. Arus masuk keluarmya pekerja Indonesia saja tidak dapat diselesaikan sampai sekarang,sehingga menimbulkan berbagai masalah dalam hubungan kedua negara yang tidak disentuh oleh para pemrotes, mereka hanya melihat akses persoalan ini. Para pemrotes dan juga media belum menjadi pemain utama dalam perumusan kebijakan LN Indonesia terhadap Malaysia . Mereka hanya tidak berkembang menjadi kelompok kepentingan pemaksa atau pressure group karena sifatnya yang sangat temporer tergantung kepada siapa yang meniup-niup kemarahan mereka. Kelompok pemrotes ini akan menjadi atau setidak berada di belakang sebuah lobi Indonesia yang memperjuangkan kepentingan Indonesia di Malaysia. Berbeda dengan orang keturunan Indonesia Malaysia. Untuk alasan di atas kita dapat mengatakan bahwa aktor-aktor utama dalam hubungan Indonesia-malaysia adalah masih adanya kelompok-kelompok tradisional itu mempunyai kepentingan untuk menjaga hubungan yang harmonis bahkan mungkin tanpa gejolak. Dalam hubungan dengan Malaysia, kelompok militer pun tidak melihat keuntungan konflik militer, lagi pula kekuatan militer Indonesia sudah ketinggalan dari Malaysia . mereka juga sekarang harus tunduk kepada kehendak pemerintahan sipil. Dalam Model analisis politik biokrasi Allison dengan demikian keputusan Indonesia untuk terus melakukan hubungan diplomatic dan dialog adalah hasil perpaduan dari berbagai kepentingan politik dan bisnis yang relevan dalam pembuatan keputusan LN.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H