Lihat ke Halaman Asli

Avena Widia A

mahasiswa universitas negeri malang

Pasal 240 241 RKUHP, Bagaimana Tanggapan Masyarakat?

Diperbarui: 11 Desember 2022   12:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

RKUHP merupakan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang nantinya jika disahkan akan menjadi Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). KUHP merupakan peraturan perundang-undangan yang dijadikan sebagai dasar penetapan hukuman pidana di Indonesia.

RKUHP sudah melewati perjalanan panjang sejak tahun 2015. Rencananya RKUHP ini akan disahkan pada bulan Juli 2022, namun dikarenakan masih ada pasal-pasal yang menimbulkan perdebatan pengesahan RKUHP ini pun ditunda, hingga akhirnya disahkan pada bulan Desember 2022.

Pengesahan RKUHP yang dilaksanakan pada sidang paripurna, Selasa (06/12/22) menuai banyak kritikan karena memuat beberapa pasal yang kontroversial. RKUHP disoroti publik karena adanya pasal 240 dan 241 yang berisi tentang penghinaan pemerintah dan lembaga negara.

Pasal 240 berisikan "Setiap orang yang di muka umum melakukan  penghinaan terhadap pemerintah yang sah yang berakibat terjadinya kerusuhan dalam masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV."

Dikutip dari sumber Twitter @LBH_Jakarta mengatakan bahwa dalam draft 30 November 2022, penghinaan terhadap pemerintah dan lembaga negara dilebur menjadi satu pasal dan menjadi delik aduan secara terbatas, untuk penghinaan yang tidak mengakibatkan kerusuhan.

Publik beropini bahwa pasal tersebut kurang transparansi dan tidak jelas. Adanya kata 'penghinaan' dianggap tidak jelas karena tidak adanya batasan penghinaan yang dimaksudkan. Menurut saya, pemerintah seharusnya dijadikan sebagai objek kritik, namun dengan adanya pasal ini menjadikan seakan pemerintah kebal akan kritikan.

"Bagaimana jika masyarakat mengkritik namun mereka malah terkena pidana karena dianggap menghujat pemerintah?" Kata @rrubian di media sosial Tiktok yang dia unggah. (https://www.tiktok.com/@rrubian/video/7174055332803644698?is_copy_url=1&is_from_webapp=v1&item_id=7174055332803644698&q=rkuhp&t=1670485668608)

Lalu pada pasal 241 RKUHP berbunyi, "Setiap  orang yang mempertunjukan atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, atau menyebarluaskan dengan sarana teknologi informasi yang berisi penghinaan terhadap pemerintah yang sah dengan maksud agar isi penghinaan diketahui umum yang berakibat terjadinya kerusuhan dalam masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V".

Pasal tersebut semakin menimbulkan kontra ditengah huru-hara masyarakat. Masyarakat geram karena mereka berpikir dengan adanya pasal ini, pemerintah tidak menerima kritikan yang diberikan masyarakat.

"Penguasa sekaligus menjadi pemangsa terhadap rakyat. Saat musim kampanye rakyat diminta memilih. Setelah terpilih rakyat 'disembelih' atas nama kekuasaan." Kata @rindupersatuan di media sosial Twitter. (https://twitter.com/Mhdyusuf6957787/status/1600830997154910209?s=20&t=gtztS74hOxUYFbU8vF-sww)

Meskipun dalam pasal tersebut dituliskan 'penghinaan' namun bagaimana cara membedakan penghinaan dan kritikan? Menurut saya, kedua hal tersebut hampir tidak bisa dibedakan. Tanda tanya besar bagi masyarakat, apakah Indonesia akan menjadi negara monarki? Bukannya seharusnya negara ini adalah negara yang demokratis? Akan tetapi dengan adanya pasal ini, seakan Indonesia telah kehilangan kedemokratisan nya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline