Lihat ke Halaman Asli

Menomorsatukan Pikiran Positif Demi Kemajuan Desa

Diperbarui: 25 Desember 2017   11:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokpri

Bukan hal mudah menggali kebaikan dan sisi positif dari lingkungan sekitar. Kita sudah telanjur terbiasa melihat segala sesuatu dari sisi negatifnya. Hal itulah yang dibuktikan oleh para peserta kelas analisis potensi Program Pendidikan Agrobisnis dan Agrowisata Desa Inovatif (PADI) Desa Podokoyo pada kelas analisis potensi desa Senin (20/11/2017).

Saya mencoba mengajak para peserta untuk membandingkan mana yang lebih mudah menggali keburukan ataukah menggali kebaikan. Ketika saya bertanya "apakah Desa Podokoyo sudah maju?" para peserta menjawab dengan serempak "belum". Saya melanjutkan pertanyaan, "apa yang membuat Desa Podokoyo belum maju?" satu per satu peserta menyebutkan alasan dan faktor-faktor penghambat kemajuan desanya. Tak disangka, para peserta berhasil menginventarisir sebanyak empat belas faktor penghambat.

Saya kembali bertanya kepada para peserta, "apa yang menyebabkan Desa Podokoyo tetap bertahan, eksis, tidak hancur, tidak tercerai berai, tidak terkena wabah?" Satu dua orang menanggapi. Ada yang menjawab karena kerukunan antar umat beragama, ada pula yang menjawab karena ketaatan masyarakat menjalankan nilai-nilai keagamaan. Setelah dihitung, jawaban dari pertanyaan ini tak lebih dari enam faktor.

Selama pengalaman saya menjadi fasilitator program pemberdayaan, pola pertanyaan ini selalu menghasilkan kesimpulan yang sama. Masyarakat lebih mudah mengingat dan menyatakan hal-hal buruk yang menghambat kehidupan. Hal-hal positif yang menyebabkan kehidupan mereka aman tenteram dan damai selalu diabaikan. Karena alasan inilah, program-program pembangunan sering kali gagal. Masyarakat sebagai pelaku utama perubahan diliputi oleh perasaan pesimis.

Kelaziman berpikir negatif harus dikurangi. Harus ada keseimbangan antara pesimisme dan optimisme. Akan lebih baik ketika optimisme mendominasi pikiran masyarakat. Karenanya saya mengajak masyarakat Podokoyo untuk menggali hal-hal positif dimulai dari pengalaman hidup pribadi. Saya meminta sukarelawan untuk memulai menceritakan kisah sukses atau kehidupan yang membanggakan.

Selin, salah satu peserta yang baru lulus sekolah menengah atas mengacungkan diri dan kemudian menceritakan kisah kebanggaannya. "Waktu itu bersamaan waktu antara mau ujian dan upacara keagamaan di dusun saya. Saya maunya konsentrasi untuk mempersiapkan ujian nasional. Tapi saya ini berprofesi penari rejang. Saat itu tidak ada penari lain yang berminat. Saya ragu mau memilih kepentingan sosial keagamaan atau sekolah saya. Akhirnya saya menerima permintaan untuk menari rejang meski besoknya saya ujian. Saya mendapat anugerah, nilai ujian nasional saya menjadi terbaik di antara teman-teman saya," ujar Selin sambil menahan air mata yang hampir menetes.

Tak mau kalah dengan Selin yang masih belia, Slamet lantas mengacungkan tangan. Pria paruh baya ini lantas menyusul dengan kisah kehidupannya. "Kebanggaan saya ini karena saya ikut kesenian. Kebetulan saya dan istri memiliki hobi yang sama. Saya sebagai panjak (musisi), istri saya sebagai sinden (penyanyi). Pekerjaan kami menghibur orang. Kami punya kelompok seni Reog dan Campur Sari Margo Buyodo. Kesamaan hobi kami ini semakin membuat keluarga kami harmonis. Kami menjalani hobi sekaligus pekerjaan bersama-sama. Kelompok kesenian kami berkali-kali mati. Sudah empat kali saya bangkitkan lagi. Meskipun, kami kekurangan peralatan kesenian, kelompok kami masih bertahan hingga saat ini. Hal itu semata-mata karena semangat dan kerukunan teman-teman seniman di desa ini," ujar Slamet lantas diikuti tepuk tangan dari peserta lainnya.

Dua kisah tersebut kiranya sudah cukup menggambarkan bahwa sejatinya setiap orang, setiap masyarakat, setiap desa memiliki potensi untuk berprestasi, memiliki aset untuk berkembang dan maju. Dengan berbagi kisah inspiratif tentang individu, dilanjutkan dengan kisah kelompok masyarakat hingga kisah seputar desa, masing-masing anggota masyarakat akan bangga dan mendayagunakan segenap kemampuan untuk membangun desanya.

Setelah semua orang sadar bahwa desa miliki banyak potensi untuk menunjang kemajuan, barulah dilanjutkan dengan memikirkan strategi bagaimana memanfaatkan potensi yang dimiliki untuk memanfaatkan potensi-potensi tersebut. Jika tidak segera memulai untuk berpikir positif dan berusaha keras menggali potensi, niscaya masyarakat akan tetap pesimis dan tidak melakukan perubahan yang signifikan. Masalah akan selalu dan tidak terhitung jumlahnya. Menggali masalah berarti memupuk ketidakpuasan. Masyarakat tidak akan bangga terhadap desanya dan tidak berperan serta dalam proses pembangunan.

Pasca Undang-Undang Desa diterapkan, desa menjadi salah motor dan penggerak pembangunan nasional. Desa diharapkan benar-benar dapat memanfaatkan semua sumber dayanya untuk menuju kemandirian. Program PADI Komunitas Averroes ini diharapkan dapat membantu desa untuk menggali dan memanfaatkan potensi. Selain dampak jangka panjang tersebut, analisis potensi desa diharapkan dapat menghasilkan output jangka pendek berupa dokumen analisis potensi.

Sejauh ini, masyarakat desa hanya menjadi objek pembangunan. Pihak luar yang peduli terhadap pembangunan desa sering kali datang dengan membawa asumsi-asumsi, konsep dan rancangan program yang tidak selaras dengan kondisi, potensi serta harapan masyarakat. Dokumen hasil analisis potensi ini dapat dijadikan sebagai acuan bagi siapa saja yang berkepentingan untuk membangun. Dengan berpedoman pada analisis potensi, masyarakat desa tidak hanya menjadi objek program-program pembangunan yang berasal dari pihak luar. Masyarakat berdaulat atas desanya. Mereka bisa memfilter program-program yang benar-benar sesuai dengan potensi dan kebutuhannya. [Nasrun]

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline