Lihat ke Halaman Asli

Mengapa Kisah Drama Turki Berbeda dari yang Lain?

Diperbarui: 29 April 2017   16:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Berberapa tahun yang lalu saya mendapatkan kesempatan mengunjungi kedutaan Turki untuk Indonesia dan bertemu salah satu duta muda yang baru menjabat disana. Pertemuan berlangsung selama satu jam dan jujur waktu itu saya dan teman-teman saya pada saat itu masih sangat belum siap. Sebenarnya kunjugan itu merupakan tugas dari kampus dan memang saya harus melakukan riset dulu terutama dalam masalah kebudayaan (karena ini untuk mata kuliah Antropologi) dan kami sudah harus menyusun pertanyaan sebelumnya. Saya menyiapkan berberapa pertanyaan yang bersifat umum saja, namun pada saat interview, semua pertanyaan tidak digunakan, karena ternyata perbincangan dengan duta muda tersebut ternyata berkembang lebih luas dan lebih terbuka. Sebagai mahasiswa yang sama sekali tidak tahu menahu tentang kebudayaan Turki, saya bertanya apakah aspek budaya yang paling dibanggakan di Turki. Duta muda tersebut tersenyum, sambil mengambil berberapa buku-buku dibelakangnya dan kemudian berkata, "literatur". 

Turki memiliki beragam jenis budaya, mulai dari tarian, seni rupa, musik, namun yang paling mereka nikmati bersama adalah literatur berupa puisi dan cerita-cerita yang mereka hasilkan dan beredar di masyarakat. Saya kemudian bertanya apa saja tema-tema yang dominan pada literatur Turki dan duta muda itu menjawab bahwa tema beragam, mulai dai perang, kehidupan namun yang paling dominan adalah tentang cinta. Beliau kemudian menunjukkan salah satu halaman dari buku yang dipegang sambil menuliskan salah satu puisi romantis favoritnya. Pada saat itu kami tidak terlalu mengerti karena bahasa Turki termasuk cukup kompleks, tapi kami mendapat gambaran kalau orang Turki memiliki sifat yang puitis dan dramatis dari sejarah peradaban mereka yang panjang penuh gejolak perang. 

Salah satu contoh kedramatisan ini bisa dilihat dari sejarah bendera negara mereka yang berupa bulan sabit dan bintang putih di hamparan kain merah. Diceritakan bahwa dulu Turki mengalmi banyak perang yang sangat besar, begitu besarnya tanah dan air semua terlumur darah dan kematian. Berberapa prajurit yang masih hidup tergeletak hanya mampu melihat darah, serta bintang dan bulan yang bersinar ditengah kegelapan perang. 

Begitu dramatisnya kehidupan rakyat Turki yang terhimpit ditengah gejolak perang Eropa dan Timur tengah,ini membuat peradaban mereka sangat kaya akan sejarah dan budaya. Turki yang didominasi oleh peradaban Ottoman memang cukup unik, mereka memiliki sejarah panjang kekhalifahan di Timur tengah, namun mereka juga memiliki relasi dan rasa persaudaraan yang kuat dengan Eropa. Tidak heran ketika literatur menjadi salah satu aspek budaya terkuat yang mereka miliki yang merupakan gabungan antara Timur dan Barat. Literatur dan kedramatisan ini kemudian dijadikan fondasi utama dari drama dan film yang mereka produksi. Kita bisa melihat beragam tema yang mereka keluarkan dari drama sejarah seperti King Suleiman, Forbidden Love (Aşk-ı Memnu ) yang merupakan kisah cinta dari novel lama Halid Ziya Uşaklıgil, action drama seperti Black Money Love (Kara Para Aşk) atau salah satu favorit saya adalah Fatmagül'ün Suçu Ne? yang juga berdasarkan skrip lama yang mengisahkan mengenai gejolak perjuangan seorang perempuan yang ingin mencari keadilan setelah ia diperkosa. 

Turki memiliki bank literatur yang cukup luas dan kaya  yang membuat production house disana tidak kesulitan dalam memilih skrip yang bisa direalisasikan. Kekayaan ini juga didorong dari bagaimana masyarakat juga sangat menikmati dan menghargai literatur dan para penulis yang mereka miliki. Masyarakat memiliki apresiasi yang tinggi pada cerita-cerita rakyat, cerita-cerita sejarah, bahkan puisi-puisi cintah yang kita anggap lebay di Indonesia. Banyak masyarakat yang tidak menyadari bahwa cerita-cerita dan literatur yang kita miliki justru membantu mendefinisikan kita sebagai suatu peradaban yang maju dan juga membantu kita untuk menghasilkan konten-konten film, sinetron dan bentuk media lainnya yang lebih berkualitas. 

Saya sering melihat banyak sekali teman-teman saya yang mengeluh mengenai perfilman di Indonesia, namun banyak yang tidak melihat bahwa untuk memperbaiki perfilman kita, harus dimulai dari fondasi cerita dulu. Ini juga berlaku pada drama Korea yang sudah booming. Pada dasarnya cerita drama korea banyak mengadopsi cerita-cerita dari literatur, komik-komik atau anime-anime Jepang dan negara Asia timur lainnya, seperti Boys Over Flower yang juga diadopsi Taiwan, Goong atau Princess Hours, City Hunter dsb. Jika masyarakat belum memiliki apresiasi yang tinggi terhadap cerita dan tidak banyak mau menghasilkan cerita-cerita yang sesuai dengan kebudayaan kita, maka kita akan terus mendapatkan konten seperti naga-naga Indosiar, karena memang itulah yang laku, media  berupa cerminan dari rakyat kita sendiri. 

Kembali pada topik Turki, mengapa drama mereka sungguh berbeda dan bahkan saya berani mengatakan justru terkadang lebih bagus dibandingkan drama Hollywood terkait kembali pada skripnya. Efek CGI dan sinematografi Turki memang masih kalah dengan Hollywood dan terkadang plotnya terlalu lebay, namun ada satu hal yang membuat drama Turki jauh lebih berkesan yakni Characters Arc. Character arc adalah perkembangan karakter dalam suatu film atau cerita yang merupakan darah daging dari seluruh film atau cerita yang kita ingin sampaikan. Pada dasarnya seluruh cerita yang kita sampaikan berupa sebuah arc (busur/bukit),  ada awal (orientasi), komplikasi dan resolusi, sehingga kita bisa menyimpulkan pesan moral dari cerita tersebut. Contohnya cerita Malin Kundang, yang awalnya dia merupakan lelaki miskin yang taat terhadap ibunya (orientasi), lalu bertemu dengan wanita kaya lalu mengalami perubahan karakter menjadi sombong dan durhaka (komplikasi) sehingga ia kemudian dikutuk menjadi batu (resolusi).

Dalam drama ataupun film character arc menjadi semakin kompleks dan multi dimensional, karena karakter dan plot ceritanya banyak seperti film avengers ataupun drama Turki seperti  Fatmagül'ün Suçu Ne?. Saya rasa dalam cerita hollywood mereka sulit menjelaskan karakter-karakter mereka dan apa motivasi mereka. Terkadang dalam perfilman barat akan selalu ada yang mana yang jahat dan yang mana yang baik, padahal dalam realita kehidupan kita tidak hitam putih seperti itu sehingga banyak orang yang salah kaprah melihat pesan yang disampaikan. Sedikit sekali film Hollywood yang benar-benar memperhatikan kompleksitas dan perkembangan karakter difilm-film mereka. Hal ini disebabkan karena film dan series Hollywood memiliki durasi yang lebih cepat dan lebih mengutamakan efek, sinematografi dan tren yang sedang populer dibandingkan cerita. Sehingga kita banyak sekali melihat film-film Hollywood yang merupakan pengulangan dari cerita-cerita sama, tahun ini saja pasar film mereka didominasi oleh film sequel ataupun remake seperti Fast and the Furious 8 dan Beauty and The Beast  dibandingkan film-film dengan cerita yang lebih fresh dan original.    

Film-film Turki yang merefleksikan literatur mereka benar-benar memperhatikan karakter yang ada didalamnya. Mereka membuat kita terinvestasi pada karakter tersebut, melihat bagaimana mereka berkembang dan belajar dan terjun langsung kedunia yang mereka miliki, sehingga ini yang membuat drama itu bagus dan membuat masyarakat tidak berhenti menontonnya. Bagaimana sebuah karakter yang awalnya baik sekali menjadi jahat karena musibah yang menimpanya, atau bagaimana rasa sayang yang terlalu besar terhadap anak kita sehingga membuat kita melakukan hal yang jahat terhadap orang lain, atau bagaimana suatu pemerkosaan seperti cerita Fatmagül'ün Suçu Ne? mengubah pandangan seorang gadis yang naif terhadap dunia dan orang-orang disekitarnya, ini mungkin bagi masyarakat merupakan plot yang hanya terjadi dalam sebuah drama, tapi justru drama adalah representasi dari kenyataan yang kita alami. Film yang baik seharusnya merepresentasikan kehidupan manusia atau pemikiran manusia, bukan hanya idealisme atau fantasi dangkal yang menjual. karena dari cermin itu kita mampu belajar dan berekspresi lebih dalam untuk berkembang lebih baik. 

Style dan budaya yang dimiliki oleh drama-drama Turki juga berbeda dengan drama Korea misalnya yang sudah banyak mengadopsikan style dan gaya-gaya film action barat. Drama dan film Turki, yang saya amati banyak mengandalkan dialog karakter untuk menyampaikan cerita, didalam film mereka juga sering ada pergelutan dan konflik antara budaya Timur terutama islam dan Barat yang membuat film mereka sungguh unik. Pergejolakkan nilai-nilai ini sering diekspresikan dalam film-film internasional mereka seperti Five Minarets in New York. Konten yang mendominasi memang untuk kalangan yang lebih dewasa dibandingkan drama Korea atau Jepang yang banyak didominasi oleh remaja. Dan nuansa drama Turki memang mirip-mirip dengan India, telenovela amerika latin dan drama eropa, tapi Turki sepertinya sudah menemukan racikan yang pas untuk drama mereka yang benar-benar merefleksikan negara mereka dan karya-karya yang bisa dinikmati dari Timur ke Barat.  

     

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline