Oleh: Avarha Mahaputri Jasmine Novarman,1 Rusdi,2 Erni Erfan3
1Mahasiswa Program Studi Pendidikan Biologi Universitas Negeri Jakarta
2Dosen Pendidikan Biologi FMIPA Universitas Negeri Jakarta
3Dosen FKG Universitas Trisakti
Corresponding author: rusdi@unj.ac.id
Ilustrasi penggunaan antibodi monoklonal untuk pengobatan COVID-19
Bagaimana reaksi Anda ketika mendengar kata "COVID-19"? Dari namanya saja sudah cukup menimbulkan efek menakutkan, apalagi bagi sebagian orang yang sudah menyerap berbagai informasi yang kredibilitasnya tidak bisa dipertanggungjawabkan mengenai COVID-19 sehingga popularitasnya dicap mematikan. Adapun dengan stereotype yang tumbuh dan berkembang di masyarakat ini mendesak garda terdepan, pihak kesehatan, untuk memberikan perawatan yang menjanjikan. Kekhawatiran sebenarnya adalah jawaban atas pertanyaan "Apakah COVID-19 itu bisa disembuhkan?" atau adakah alternatif lain selain vaksin yang memungkinkan?
Dalam pengaturan penyakit, fungsi antibodi mengacu pada efek biologis yang dimiliki antibodi terhadap patogen atau toksinnya. Fungsi antibodi termasuk netralisasi infektivitas, fagositosis, sitotoksisitas seluler yang bergantung pada antibodi, dan lisis patogen atau sel yang terinfeksi yang dimediasi komplemen.
Ketika kita terinfeksi virus atau bakteri, sistem kekebalan akan membuat antibodi khusus untuk melawannya. Sistem kekebalan tubuh juga dapat belajar membuat antibodi melalui vaksinasi. Setelah memiliki antibodi terhadap penyakit tertentu, sistem kekebalan tubuh akan memberikan perlindungan dari penyakit itu.
Bahkan jika sakit, memiliki antibodi dapat melindungi tubuh dari sakit parah karena tubuh memiliki pengalaman dalam memerangi penyakit tersebut. Antibodi merupakan salah satu bagian dari respons imun.
Saat ini belum ada terapi khusus yang disetujui tersedia untuk COVID-19. Namun banyak studi yang sedang meneliti posibilitas penggunaan antibodi monoklonal untuk pengobatan COVID-19.