Lihat ke Halaman Asli

Hati, Patah

Diperbarui: 6 Maret 2016   03:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Sepertinya aku kembali patah hati
Karena terlalu memaksa menyimpan cinta
Untuk benda hidup yang tak ingin dicintai 

Aku kira kami hampir mendekati dekat
Ternyata aku hanya orang lewat
Aku kira sayangku terkirim dengan tepat
Ternyata dia tersesat, pun salah alamat 

Lagi-lagi aku salah paham
Aku kira kami cukup mungkin untuk bermain peran
Ternyata, sandiwara tak pernah menang dari hakikinya kenyataan
Formalitas tak 'kan pernah meleleh menjadi fleksibilitas
Kami tetap bagai dua kutub yang saling aku, tapi tak sudi duduk berdampingan 

Aku tak menuntut koneksi
Aku tahu, ini arena sebelah sisi
Namun, tak kukira, adaku begitu asing
Di saat aku tengah girang, aku dapat berkisah dengan sering 

Ini bukan tentang kisah cinta
Namun, ini patah hati dan aku memaksa
Rasanya sama seperti ketika dipatahkan oleh cinta
Rasa kosong yang mencabik, karena menjadi kepingan tak berhawa secara tiba-tiba 

Dari awal aku salah
Mengira menaklukan macan yang belum pernah kukenal
Dan kini dinding kamar pun tak lagi mampu berpura-pura
Menertawai lambanku, menyadari kami, sesama sebatas pengguna jasa 

Aku memang patah hati
Karena kukira satu-satunya yang tersisa
Telah menguap menjadi mendung yang tak akan menghujan turun
Namun, aku pemercaya lahirnya hal baik dari matinya hal, baik tak baik, yang lain

Hatiku masih luas
Patah satu teras, tak kan mati seluruh badan
Aku mengaku, lama-lama ia kebas
Mati rasa, tuna akan kepekaan
Namun, bagaimana pun, aku masih bersisa
Tak adil jika harus berhenti karena alasan sisa 

Baik, mungkin harus lebih berhati-hati memberi hati 




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline