Lihat ke Halaman Asli

Auuu

Mahasiswa

Kebutuhan Hunian Meningkat, Apakah Rumah Bersubsidi Jadi Langkah yang Tepat?

Diperbarui: 5 Oktober 2022   21:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Dari tahun ke tahun hingga saat ini, jumlah populasi manusia terus mengalami peningkatan. Hal ini sesuai dengan hasil riset yang telah dirilis oleh Divisi Populasi PBB yang memperkirakan bahwa populasi manusia akan menembus angka 8 miliar di peghujung tahun 2022 ini. Hasil riset ini menunjukkan hasil yang sangat bertolak belakang dengan populasi manusia di tahun 2020 karena cenderung mengalami penurunan yang disebabkan oleh pandemic Covid-19. Namun demikian, naik turunnya penduduk pasti akan berpengaruh kepada semua aspek. Kenaikan jumlah penduduk jika tidak terkendali akan sangat memengaruhi banyak aspek, seperti ekonomi, sosial, budaya hingga segala jenis kebutuhan. Baik itu kebutuhan primer, sekunder atau bahkan kebutuhan tersier. Namun dari ketiga kebutuhan tersebut, kebutuhan primer lah yang menurut saya akan sangat terdampak dari naiknya jumlah populasi manusia di Bumi. Mulai dari kebutuhan pangan, pasti akan meningkat. Karena setiap manusia pasti membutuhkan makanan untuk kebutuhan energinya, untuk pertumbuhan organ-organ tubuh didalamnya dan tetunya sebagai syarat untuk bertahan hidup. Selanjutnya, kebutuhan akan pakaian tentunya meningkat. Terlebih dari segi sosial budaya yang membuat cara berpakaian manusia mengalami perubahan akan pakaian. Karena di zaman modern ini, pakaian bukanlah hanya sebagai benda atau kain yang menutupi dan melindungi diri, namun sebagai sarana mengekspresikan diri, dan sebagai penanda status sosial seseorang. Kebutuhan primer yang terakhir yaitu kebutuhan akan tempat tinggal. Kebutuhan ini menjadi kebutuhan yang juga tidak kalah penting diantara dua kebutuhan primer sebelumnya.

Kebutuhan akan tempat tinggal pastinya memengaruhi kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) itu sendiri. Hal ini tentunya didukung oleh keadaan sekitarnya. Penduduk yang hidup di desa pasti memiliki rasa kekerabatan yang tinggi dengan orang disekitarnya. Sedangkan penduduk yang hidup di areal perkotaan pasti dicirikan dengan rasa individualis yang tinggi. Hal ini lantaran penduduk kota cenderung menganggap segala hal sebagai sebuah persaingan. Persaingan yang sangat ketat yang terjadi di perkotaan sudah terbentuk sejak awal dan terjadi di hampir segala aspek. Persaingan dalam memperoleh lapangan pekerjaan, pencapaian, bahkan tempat tinggal. Persaingan dalam mencari tempat tinggal, khususnya di wilayah kota juga didukung dengan banyaknya jumlah orang yang melakukan urbanisasi.

Akses transportasi yang mudah, lapangan pekerjaan yang luas, pendapatan yang lebih menjanjikan, Pendidikan yang bermutu menjadi beberapa alasan bagi banyak orang untuk melakukan urbanisasi. Namun dikarenakan area perkotaan sudah cukup padat membuat para perantau ini mengalami kendala dalam menemukan tempat tinggal. Hingga saat ini, kebanyakan orang bahkan tidak menemukan tempat tinggal di pusat kota, yang membuat mereka terpaksa untuk tinggal di daerah pinggiran kota. Dari kasus ini dapat dinyatakan bahwa kebutuhan masyarakat kota akan lahan pemukiman sangatlah tinggi. Sayangnya, kebutuhan akan lahan ini tidak sesuai dengan ketersediaan lahan yang ada untuk menampung seluruh penduduk kota.

Kasus serupa pun turut terjadi di Provinsi Banten, tepatnya di Kabupaten Tangerang. Banyak penduduk didalamnya memilih untuk tinggal di pinggiran kota dikarenakan tidak menemukan tempat tinggal di area pusat kota. Dampaknya, mereka harus berangkat setiap paginya menuju pusat kota dan pulang bahkan hingga larut malam. Namun, dengan adanya moda transportasi umum yang tersedia, dapat sedikit memudahkan masyarakat sekitar untuk menempuh perjalanan ke kota. Salah satu moda tranportasi yang ada di Kabupaten Tangerang yaitu KRL Commuter Line. Walaupun KRL ini merupakan satu-satunya KRL yang ada dan beroperasi di Kabupaten Tangerang, tidak banyak masyarakat yang menggunakan moda transportasi ini menuju tempat kerjanya di pusat kota. Hal ini dapat dilihat karena masih terjadi kemacetan di jalan, terutama pada pagi dan sore hari, waktu dimana banyak orang berangkat dan pulang kerja. Harapannya yaitu semoga kedepannya moda transportasi umum di Kabupaten Tangerang terus mengalami peningkatan guna menguragi angka kemacetan. 

Alternatif lain pun ditawarkan jika penduduk setempat merasa keberatan akan rutinitas yang konstan dan cenderung membuang waktu. Cara yang dapat dilakukan untuk menanganinya yaitu memilih untuk tinggal di apartemen atau rumah susun. Cara ini dapat dikatakan efektif jika dibandingkan mencari lahan atau pemukiman. Hal ini mengingat tingkat ketersediaan di daerah kota biasanya cukup rendah, namun di sisi lain kebutuhan akan lahan perumahan terus mengalami kenaikan. Sehingga, hal inilah yang membuat areal pemukiman di perkotaan mengalami pertumbuhan secara vertical. Sayangnya pemukiman yang didirikan menjulang keatas ini biasanya hanya ditujukan bagi kalangan masyarakat menengah keatas. Hal ini lantaran biaya operasional yang dibutuhkan untuk tinggal di apartemen tidaklah sedikit. Terdapat banyak pengeluaran untuk pemeliharaan lingkungan dan perawatan bangunan. Tak hanya disitu, karena rumah yang dibangun secara vertical tidaklah apartemen saja, melainkan ada pula beberapa kota yang menyediakan rumah susun yaitu rumah susun. Rumah Susun (Rusun) sendiri biasanya merupakan rumah yang disediakan oleh pemerintah setempat kepada masyarakat yang rumahnya mengalami relokasi karena didirikan ditempat yang tidak diizinkan untuk didirikan bangunan diatasnya. Namun dikarenakan pengelolaan rusun ini tidak seketat dan seteratur apartemen, membuat rusun menjadi kawasan yang kumuh dan kurang terawat.

Kini masyarakat dihadapkan dengan pilihan yang cukup berat mengenai tempat tinggal. Ada yang memilih untuk tetap tinggal di pinggiran kota dengan perjalanan jauh yang harus ditempuh setiap harinya, atau mungkin lebih memilih untuk mengeluarkan biaya lebih besar demi mendapatkan tempat tinggl di pusat kota. Keresahan masyarakat akan hal ini tentunya menjadi hal serius yang harus ditangani pemerintah. Kurangnya lahan pemukiman dengan padatnya penduduk dapat mengakibatkan backlog pemukiman.

Backlog pemukiman dapat diartikan sebagai ketidaksesuaian lahan perumahan yang ada dengan jumlah penduduk kota yang mampu menyebabkan kesenjangan sosial. Oleh karena itu, pemerintah melakukan upaya guna menangani permasalahan ini. Pemerintah Kabupaten Tangerang sendiri meng-agendakan adaynya Rencana Pembangunan dan Pengembangan Perumahan dan Kawasan Pemukiman (RP3KP). Nantinya, dalam pelaksanaan program ini akan membangun Perumahan dan Permukiman Skala Besar Masyarakat Berpenghasilan Rendah (PPSB MBR). Diadakannya program ini merupakan salah satu upaya pemerintah untuk menangani angka backlog yang ada di Kabupaten Tangerang. Terkait dengan lokasi pembangunannya akan diadakan di kawasan utara dan selatan dari Kabupaten Tangerang. Langkah ini dinilai sebagai langkah cepat dalam pencegahan ketidakteraturan kota atau urban spraw. Hal ini sebagaimana yang diungkapkan oleh Taufik Emil selaku kepala Badan Perencanaan Pembangunan daerah (Bappeda).

            Dibalik gencarnya pemerintah Kabupaten Tangerang dalam mendirikan perumahan bersubsidi, tentunya pemerintah setempat juga membutuhkan peran dari pengembang besar. Hal ini dikarenakan sudah mulai terdeteksi munculnya pemukiman-pemukiman yang kumuh dan tak teratur. Harapannya dari program ini yaitu dapat ditujukan kepada target yang semestinya berhak untuk mendapatkan rumah bersubsidi ini. Karena, seringkali adanya kejadian bahwa masyarakat yang menerima rumah bersubsidi ini adalah masyarakat yang sebenarnya sudah memiliki rumah pertama. Jika hal ini marak terjadi, maka upaya dari pemerintah tidak akan berhasil untuk mencapai target atas ketersediaan tempat tinggal. Tentunya masyarakat juga diharapkan agar turut mendukung program ini dengan cara tidak menyalahgunakan kesempatan yang ada.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline