Lihat ke Halaman Asli

Menggali Makna Tradisi Melayu di Kota Batam di dalam Tri Hita Karana Antarharmoni Sesama Manusia

Diperbarui: 23 Oktober 2024   13:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tradisi Perkawinan Melayu. Sumber Ilustrasi: RanahRiau.com

Kota Batam, yang terletak di Kepulauan Riau, Indonesia, merupakan melting pot budaya Melayu yang kaya. Tradisi Melayu di Batam tidak hanya mencerminkan warisan sejarah, tetapi juga menjadi simbol harmoni dalam konsep Tri Hita Karana, yang menekankan hubungan baik antara manusia, alam, dan Tuhan. 

Artikel ini akan menggali makna tradisi Melayu di Batam melalui beberapa aspek budaya yang signifikan.
Tradisi Perkawinan Melayu
Salah satu aspek paling mencolok dari budaya Melayu di Batam adalah tradisi pernikahan. Upacara pernikahan adat Melayu di Batam sangat kental dengan simbolisme dan ritual yang mencerminkan nilai-nilai masyarakat. Misalnya, penggunaan warna kuning pada pelaminan melambangkan keagungan dan kebahagiaan[1]. 

Selain itu, prosesi seperti tepuk tepung tawar dan berbalas pantun menunjukkan interaksi sosial yang harmonis antara kedua belah pihak[2]. Tradisi ini tidak hanya merayakan cinta pasangan, tetapi juga memperkuat ikatan sosial dalam komunitas.
Tari Makan Sirih

Tari Makan Sirih. Sumber Ilustrasi:Tribunnews.com

Tari Makan Sirih atau familiar disebut dengan tari persembahan adalah salah satu bentuk seni pertunjukan yang memiliki makna mendalam dalam konteks penyambutan tamu terutama tamu agung. Gerakan tari ini mengandung simbol penghormatan dan kerendahan hati, yang merupakan nilai inti dalam masyarakat Melayu[3]. 

Tari ini tidak hanya sekadar hiburan; ia juga berfungsi sebagai media untuk mengekspresikan rasa syukur dan penghargaan terhadap tamu yang datang. Dalam konteks Tri Hita Karana, tarian ini menciptakan harmoni antara manusia dan lingkungan sosialnya.
Seni Teater Mak Yong

Teater Makyong. Sumber Ilustrasi: Good News From Indonesia

Mak Yong adalah seni teater tradisional Melayu yang masih populer di Batam. Pertunjukan ini seringkali mengisahkan cerita-cerita dari kehidupan istana dan kerajaan, dengan pesan moral yang kuat. Melalui penampilan Mak Yong, masyarakat dapat merasakan kedalaman budaya mereka serta nilai-nilai yang diajarkan oleh nenek moyang[4]. 

Kegiatan seperti Kenduri Seni Melayu (KSM) menjadi wadah penting untuk melestarikan seni ini dan memperkenalkan generasi muda kepada warisan budaya mereka. Konsep Tri Hita Karana dapat diterapkan dalam pertunjukan Mak Yong dengan cara yang mendalam, menciptakan harmoni di antara manusia, Tuhan, dan alam. Di dalam hubungan antar harmoni sesama manusia. 

Mak Yong mengedepankan interaksi sosial melalui dialog, nyanyian, dan tarian yang melibatkan banyak pemain. Cerita-cerita dalam Mak Yong sering kali menggambarkan nilai-nilai moral dan etika, seperti persahabatan, keadilan, dan tanggung jawab sosial. Ini membantu membangun empati dan kerjasama antar individu dalam masyarakat[5][6].

 Selain itu, pertunjukan ini sering melibatkan penonton secara aktif, menciptakan rasa kebersamaan dan saling menghargai di antara mereka[7].


Kesimpulan
Tradisi Melayu di Kota Batam bukan hanya sekadar warisan budaya; ia merupakan cerminan dari nilai-nilai sosial dan spiritual masyarakat. Melalui upacara pernikahan, tarian, dan teater, masyarakat Batam tidak hanya melestarikan budaya mereka tetapi juga membangun harmoni dalam kehidupan sehari-hari sesuai dengan prinsip Tri Hita Karana. Oleh karena itu, penting bagi generasi muda untuk memahami dan menghargai tradisi ini agar tetap hidup dan relevan di masa depan.

Dengan memahami makna mendalam dari tradisi-tradisi ini, kita dapat lebih menghargai kekayaan budaya yang ada di Kota Batam serta menjadikannya sebagai modal sosial untuk membangun masyarakat yang lebih harmonis.

Referensi

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline