Lihat ke Halaman Asli

Polemik Penerapan Metode Pembelajaran Multiple Intelligences Pada Sistem Pendidikan Indonesia

Diperbarui: 24 Juni 2015   00:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Kondisi pendidikan di Indonesia kualitasnya mengalami degradasi yang disebabkan oleh banyak faktor. Berdasarkan Survey United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO), terhadap kualitas pendidikan di negara-negara berkembang di Asia Pacific, Indonesia menempati peringkat 10 dari 14 negara. Sedangkan untuk kualitas para guru, kulitasnya berada pada level 14 dari 14 negara berkembang. Hal tersebut menunjukan kebenaran pernyataan diatas terkait dengan terdegradasinya kualitas atau kondisi pendidikan di Indonesia.

Salah satu Kendala bagi dunia pendidikan di Indonesia untuk menghasilkan lulusan yang berkualitas adalah masih banyaknya sekolah yang mempunyai pola pikir tradisional didalam menjalankan proses belajarnya, yaitu sekolah hanya menekankan pada kemampuan logika (matematika) dan bahasa. Penerapan pola pikir tradisional tersebut menjadi suatu kekeliruan yang besar, karena setiap kenaikan kelas, prestasi anak didik hanya diukur dari kemampuan matematika dan bahasa. Dengan demikian sistem pendidikan nasional yang mengukur tingkat kecerdasan anak didik yang semata-mata hanya menekankan kemampuan logika dan bahasa perlu direvisi, karena kecerdasan intelektual tidak hanya mencakup dua parameter tersebut.1

Metode pembelajaran Multiple Intelligences (MI) merupakan salah satu strategi atau sistem pembelajaran yang tidak hanya mengukur kecerdasan dari kemampuan logika dan bahasa saja. Metode ini terfokus pada penemuan kecocokan antara gaya mengajar guru dan gaya belajar anak didik atau murid.2 Gaya belajar yang cocok antara guru dan murid ditentukan berdasarkan dari ragam kecerdasan majemuk yang terdiri dari kecerdasan verbal-linguistik, logis-matematis, spasial, kinestetik, musikal, intrapersonal, interpersonal, natural, dan eksistensialis.3

Fokus utama dari metode pembelajaran MI adalah memberikan pelajaran yang menyesuaikandengan gaya belajar murid. Berdasarkan analisis hasil implementasi metode ini, beberapa sekolah di Indonesia mencapai sebuah  kesuksesan dalam membantu muriduntuk lebih memahami pelajaran. Keberhasilan pemahaman pelajaran tersebut tidak hanya berlaku untuk murid yang normal melainkan juga pada murid penyandang disabilitas. Berbagai kesuksesan maupun keunggulan dari implementasi metode MI  ini membutuhkan usaha dan pengorbanan yang besar , karena prosesnya menuntut adanya kreatifitas lebih dari para guru dalam menyiapkan bahan ajar. Hal tersebut bertolak belakang dengan kondisi di Indonesia yang sebagian besar gurunya masih perlu untuk dibenahi secara intelektual dan moral sehingga belum siap untuk mengimplementasikan metode MI.  Kondisi tersebut diperparah dengan adanya penerapan kurikulum 2013 yang menuntut guru untuk berpedoman pada buku pegangan yg telah ada sehingga menghambat kreatifitas dari para guru itu sendiri.

Pertanyaan yang muncul dengan adanya pernyataan di atas adalah,apakah metode MI ini benar-benar dapat menjadi alternatif yang dapat memajukan pembelajaran di sekolah-sekolah Indonesia dengan segala tantangannya?

Indonesia sudah lama terjebak dalam penerapan metode pembelajaran dengan pola pikir tradisional, dimana guru yang mengajar dan muridnya hanya bertugas untuk menerima. Hal ini berimbas pada munculnya berbagai hambatan dalam penerapan metode pembelajaran baru seperti metode MI, karena para pelaku pendidikan sudah terbiasa dengan pola pikir tradisional. Selain itu prosespenerepan metode pembelajaran MI memerlukan perubahan yang signifikan dan persiapan yang matang karena diperlukannya sumberdaya guru yang siap untukmengetahui kecerdasan masing-masing muriddan memerlukan fasilitas maupun media yang mendukung di setiap sekolah.

Pengaplikasian metode pembelajaran MI memerlukan pemahaman terlebih dahulu terkait tujuan utama dari metode MI.  Metode ini sebenarnya bertujuan untuk membuat guru memahami kecerdasan anak didiknya masing masing, sehingga setiap elemen pelaku pendidikan mampu memahami kecerdasan utama yang dimiliki dan yang menjadi bakatnya. Pemahaman tersebut akan berdampak pada fokusnya pengembangan kemampuan anak didik pada apa yang menjadi kemampuan utama dan bakatnya sehingga anak didik dapat menjelma menjadi murid yang pandai dibidangnya. Pemaparan diatas semakin menguatkan tujuan dari MI sebagai strategi pembelajaran yang memiliki titik tekan padadiscovering ability untuk mengungkap jenis kecerdasan anak dan mengajar sesuai dengan kemampuan mereka.

Metode pembelajaran MI telah diimplementasikan di beberapa sekolah di Indonesia dengan labelnya sekolah berbasis MI,namun secara prinsip sebenarnya metode pembelajaran MI ini juga tanpa disadari sudah diterap oleh Individu guru yang mampu memahami keunikan diri masing-masing anak didiknya. Serta memahami kecerdasan fisik, mental dan kecerdasan fikir setiap anak didiknya. Penerapan metode pembelajaran MI secara institusional di sekolah-sekolah di Indonesia masih perlu memperhatikan kesiapan guru, keberadaan fasilitas yang memadai, kebijakan yang mendukung dari sekolah, hingga sistem kurikulum yang sesuai dengan ruh atau tujuan utama dari metode ini.

1Susanto, Handy, Penerapan Multiple Intelligences dalam Sistem Pembelajaran, Jurnal Pendidikan Penabur, No.04, Th.IV, 2005.

2Chatib, Munif, Sekolahnya Manusia, Jakarta: PT Mizan Publika, 2009.

3Gardner, Howard, Multiple Intelligences (Kecerdasan Majemuk), Batam: Interaksara, 2003.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline