Sebelum membahas lebih dalam, Tes Kemampuan Akademik (TKA) dalam Ujian Tulis Berbasis Komputer (UTBK) SBMPTN merupakan serangkaian tes yang terdiri dari mata pelajaran yang diajarkan di sekolah. Untuk kelompok Saintek ada fisika, kimia, biologi, dan matematika dan Soshum ada sosiologi, geografi, ekonomi, dan sejarah.
Bagi para pejuang UTBK, sudah tidak asing dengan isu-isu mengenai nilai prioritas yang paling diperhitungkan dalam tes atau sering disebut bobot penilaian. Sebetulnya hal tersebut tidak pernah dikonfirmasi secara resmi namun dapat menjadi acuan dalam membentuk strategi belajar sebelum UTBK.
Tes Potensi Skolastik (TPS) dianggap lebih diprioritaskan dari pada TKA. Dari pengalaman saya saat UTBK 2021, banyak orang yang bilang bahwa skor TKA hendaknya ditingkatkan pada sub-test yang relate dengan pilihan prodi. Saya tidak dapat mengkonfirmasi hal ini benar sepenuhnya karena pada nyatanya skor saya unggul di sub-test ekonomi dengan pilihan prodi rumpun sosial-politik, skor terendah saya adalah sosiologi. Sangat bertolak belakang bukan?
Lalu, jika berbicara mengenai TPS, Soal-soal TPS memang bisa dikatakan sangat berguna dalam menyeleksi mahasiswa karena menguji kemampuan membaca, logika, pemahaman teks, dan penarikan kesimpulan.
Kemampuan-kemapuan tersebut jelas sangat dibutuhkan oleh mahasiswa dalam proses perkuliahan nantinya.
Maka, urgensi dari TKA dan pembobotan nilai ini perlu dipertanyakan. Lalu apakah TKA itu masih penting?
Alasan dihapusnya TKA yang disampaikan oleh Nadiem Makarim pada intinya adalah supaya siswa tidak terbebani oleh hafalan dan tidak bergantung pada bimbingan belajar (dalam hal ini di luar sekolah) sehingga tidak butuh dana lebih untuk menyiapkan UTBK. Hal ini bertujuan agar tes lebih adil bagi seluruh peserta UTBK.
Di satu sisi, penghapusan TKA akan mempermudah siswa untuk linjur (lintas jurusan), hal ini ada sisi positif dan negatifnya. Positifnya ialah membuka peluang bagi siswa untuk memperdalam minat jurusan kuliah sesuai keinginan tanpa terhalang jurusan SMA, namun negatifnya ialah memungkinkan siswa yang masuk ke perguruan tinggi perlu belajar dari awal materi yang tidak diajarkan ketika SMA. Karena pada nyatanya pelajaran saat SMA masih cukup banyak digunakan saat kuliah.
Tak heran kebijakan penghapusan TKA UTBK memicu pro-kontra baik di kalangan pelajar sendiri, tenaga pendidik, dan lembaga pendidikan baik formal dan non-formal.
Berdasarkan pernyataan yang dibuat oleh Pak Menteri, kita semua pastinya berharap UTBK 2023 yang benar-benar adil sehingga memperluas jangkauan pendidikan tinggi untuk lebih banyak generasi muda di Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H