Dalam Rangka mensukseskan Program Ketahanan Pangan yang menjadi Tema KKN Kolaboratif #3 kali ini, Mahasiswa KKN Posko 229 yang terdiri dari 14 ( Empat Belas ) mahasiswa, antara lain Yoan Rara Kristanta, Erika Fiqih Hidayat, Nihayatus Sakhiyyah, Dilla Krisdiyanti, Mohammad Abdur Rohim, Moh. Alfin Syaifun Najah, Fairuz Arsy Aribah Emeralda Fitri, Edwin Imanudin Pamungkas, Retno Kurnia Ningsih, Imelia Febrianti, Adisty Fairus Shofi, Dwiki Noval Ardiansyah, Rizqy Tri Yunan Maulana serta Koordinator Desa yakni Ridwan Rahmansyah Putra, melakukan kunjungan ke salah satu produsen tempe di Kelurahan Tegal Besar guna mempelajari tentang UMKM potensial yang turut membantu program ketahanan pangan di Indonesia yang dalam hal ini berlokasi di Lingkungan Kedung Piring, RT/RW 002/11.
Menurut Pak Angga selaku pemilik UMKM Tempe Sidomulyo, beliau memulai usaha ini sejak Tahun 1997, sampai dengan saat ini. Dimana sudah 27 Tahun beliau menjalankan usaha ini. Tempe ini memiliki ciri khas yang unik yaitu terdapat daun pisang di kemasan tempe tersebut guna menjaga kualitas dan ketahanan tempe. Selain itu, tempat produksi tempe ini tidak berada di tempat khusus, namun dirumah kedua orang tua Bapak Angga yang disulap menjadi Pabrik Pengolahan Tempe. Meski tergolong UMKM, Tempe Sidomulyo dapat menunjukkan bahwa tempe pun bisa menjadi salah satu makanan harian yang banyak diminati masyarakat khususnya warga Tegal Besar Jember.
Tidak kalah saing dengan produsen tempe lainnya, menurut informasi Pak Angga selaku pemilik UMKM, omset dari produksi tempe ini bisa mencapai Rp 900 ribuan per hari yang berarti dalam sebulan bisa mencapai profit sekitar 27 juta an. Tidak hanya Jember, Tempe Sidomulyo juga memiliki pelanggan diluar Kota Jember, seperti Lumajang.
Beliau menjelaskan bahwa lokasi penjualan tempe ini berlokasi di Pasar Pakem dan Pasar Jenggawah yang termasuk dalam salah satu pasar besar di Kota Jember. Selain itu terdapat penjual sayur keliling yang menjadi langganan Tempe Sidomulyo ini.
Proses pembuatannya bisa dibilang sangat mengedepankan kualitas tempe karena proses dari awal kedelai menjadi tempe perlu direbus selama 3 jam dan dilakukan 2 kali pencucian guna menjaga kebersihan tempe. Proses pemisahan kulit tempe pun menggunakan alat penggilingan khusus yang dioperasikan secara manual. Dalam satu hari, UMKM ini dapat menghasilkan hingga 300 bungkus untuk ukuran kemasan kecil dan 100 bungkus untuk kemasan besar. Harganya pun terjangkau, untuk kemasan biasa dengan uang Rp 5.000,00 sudah mendapatkan 3 pcs tempe, sedangkan ukuran kemasan besar dengan harga Rp. 5.000,00 sudah mendapatkan 1 pcs tempe.
Dengan adanya produsen tempe ini, diharapkan menjadi inspirasi bagi UMKM lain bahwa dengan kedelai, ketahanan pangan dapat terjaga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H