Lihat ke Halaman Asli

Monolog Lelaki Bunga

Diperbarui: 14 November 2017   10:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber ilustrasi: parting.com/blog

Monolg Lelaki Bunga

Oleh. Rohmat Sholihin*

Setiap kali datang, lelaki itu selalu mengecup bunga-bunga yang ada di taman rumahnya dengan mesra. Bertekuk lutut seperti hormat pada kekasihnya, Mira, perempuan manis yang telah pergi selamanya. Ia ucapkan dengan mesra, "untuk kau Mira, bungaku dan cintaku yang tak kan pudar oleh waktu." Boegenvil merah kesukaan Mira yang masih menancap kokoh di depan rumah meliuk-liuk oleh sang bayu seakan-akan dalam wangi bunganya ada wajah Mira yang tersenyum menyambutnya pulang. Lalu menyapanya, "Mas, aku rindu kau, selamat datang lagi di rumah kenangan ini." Kata bunga itu seakan-akan bicara mesra pada lelaki itu. Lelaki itu tersenyum. 

Meski dalam senyumnya tersimpan luka yang begitu menyayat, "oh Mira, kau saja yang hanya mengikuti kata hatimu pada bunga-bunga itu, siang-malam tak pernah kau terlepas dari mereka, menyambutku hanya seberapa menit lantas....." lelaki itu terdiam dikursi goyang depan rumah dengan kedua mata yang masih kosong. Seakan tak percaya jika kekasih hatinya itu, Mira lebih perduli pada bunga-bunga ditaman rumahnya daripada dengannya.

"Kau kembali meraju pada bunga-bungamu itu." Mulut lelaki itu menyeringai.

'Tidaaaaak, kau pergi dengan pelukan bunga-bunga. Duniamu hanya bunga, senyummu hanya bunga, hatimu hanya bunga, matamu hanya bunga, kaki dan tanganmu hanya bunga. Aku hanyalah orang ketiga pengisi taman sebagai patung penjaga."

Kegusaran pikirannya semakin tinggi, gelas yang ada didepannyapun ia lempar persis mengenai foto Mira pada dinding taman bunga. Seketika jatuh dan hancur lebur. Sedangkan foto Mira hitam putih dengan senyum merekah laksana Bougenvil masih menggoda hatinya.

"Mira, maafkan aku, bukan bermaksud aku kasar padamu. Tapi hatiku terasa kecut dengan tingkahmu yang selalu lebih memilih bunga daripada aku sebagai lelaki yang mencintaimu."

Foto yang tergeletak dengan kaca dan pigura yang hancur itu masih ia biarkan.

"Boleh, boleh, kau lebih memilih bunga tapi..." lelaki itu tak melanjutkan perkataannya. Lelaki itu diam sejenak dengan irama kursi goyangnya.

"Tapi kau jangan duakan aku. Lelaki itu butuh kesetiaan seorang perempuan, Mira."

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline