RINGKASAN EKSEKUTIF
Fenomena premature deindustrialization di Indonesia terjadi ketika sektor manufaktur mengalami penurunan kontribusi secara prematur, sebelum negara mencapai tingkat pendapatan dan pembangunan yang tinggi. Hal ini diperburuk oleh tekanan globalisasii dan digitalisasi, kesenjangan keterampilan tenaga kerja, serta kurangnya proteksi dan insentif untuk industri lokal. Dampaknya mencakup meingkatnya pengangguran, berkurangnya lapangan kerja formal, dominasi sektor informal yang tidak stabil, maraknya fenomena PHK, dan penurunan kelas menengah menjadi kelompok rentan miskin. Untuk mengatasi tantangan ini, diperlukan kebijakan strategis berupa revitalisasi sektor manufaktur, pengembangan keterampilan tenaga kerja, adopsi teknologi modern, dan penguatan proteksi industri domestik. Pemerintah, sektor swasta, lembaga pendidikan, dan masyarakat harus berkolaborasi dalam pelaksanaan kebijakan ini untuk memastikan terbentuknya industri yang tangguh dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif serta berkelanjutan di Indonesia.
PENDAHULUAN
Istilah "deindustrialisasi prematur" pertama kali diperkenalkan oleh Dasgupta dan Singh (2006). Disebut demikian karena deindustrialisasi terjadi pada negara-negara berkembang dengan pendapatan per kapita yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara maju pada puncak industrialisasinya. Deindustrialisasi dapat diartikan sebagai penurunan kontribusi sektor manufaktur terhadap PDB atau pendapatan nasional, serta berkurangnya proporsi pekerja di sektor manufaktur dibandingkan dengan total tenaga kerja.
Tiga tahapan utama perkembangan ekonomi biasanya dialami hampir semua negara maju:
- Sektor Agraris, di mana mayoritas penduduk bergantung pada sektor pertanian dan seiring waktu kemajuan teknologi dan pembangunan infrastruktur membantu negara maju ke tingkat yang lebih tinggi.
- Sektor Manufaktur, yang merupakan sumber lapangan kerja utama, di mana orang beralih dari pekerjaan pertanian ke industri manufaktur yang lebih stabil dengan penghasilan yang lebih tinggi.
- Sektor penyediaan jasa termasuk keuangan, pariwisata, pendidikan, dan lainnya, yang didorong oleh kemajuan teknologi dan ekonomi yang sudah mapan.
Premature deindustrialization adalah kondisi di mana suatu negara mengalami penurunan kontribusi sektor industri manufaktur terhadap perekonomiannya jauh lebih awal dibandingkan negara-negara maju sebelumnya. Penurunan ini terjadi sebelum negara tersebut mencapai tingkat pendapatan atau pembangunan yang tinggi seperti yang telah dicapai oleh negara-negara maju.
DESKRIPSI MASALAH
Kondisi Premature Deindustrialization di Indonesia
Indonesia menjadi salah satu negara yang mengalami premature deindustrialization. Fenomena ini terjadi ketika ekonomi Indonesia sedang mengalami pertumbuhan ekonomi pesat sebesar 8%, di mana sektor manufaktur berada pada masa kejayaannya. Sayangnya, proses deindustrialisasi ini terjadi terlalu cepat sehingga banyak tenaga kerja beralih ke sektor jasa sebelum industri manufaktur benar-benar berkembang secara kuat dan matang.
Akibatnya, Indonesia menghadapi masalah produksi yang tidak terarah dan terlalu bervariasi. Indonesia memiliki banyak potensi untuk menghasilkan berbagai produk, tetapi produksinya tidak efisien karena lemahnya industri manufaktur. Akhirnya, karena industri manufakturnya tidak berkembang, Indonesia bergantung pada impor dari negara tetangga untuk memenuhi kebutuhan domestiknya.
Akar Permasalahan
- Skill Gap
- Kurangnya tenaga kerja dengan keterampilan yang dibutuhkan dalam sektor manufaktur
- Digitalisasi dan Globalisasi
- Perkembangan teknologi global menuntut daya saing tinggi, yang sulit dikejar oleh industri manufaktur Indonesia.
- Persaingan dengan Perusahaan Multinasional
- Indonesia belum mampu bersaing secara efektif dengan perusahaan multinasional yang memiliki teknologi dan efisiensi produksi yang lebih tinggi.