Lihat ke Halaman Asli

Melepas Kesayangan

Diperbarui: 23 November 2023   21:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Melepaskan Kesayangan

Hari itu jalanan Kediri-Nganjuk sangat lengang, tidak seperti Jakarta atau kota-kota besar lainnya. Walaupun disetiap perjalanan melewati lubang-lubang, jalan yang tak mulus. Pengendara motor yang hilir mudik kesana kemari menjadi teman bagi aku dan Ayah yang sedang dalam perjalanan. Motor beat hitam kesayanganku melesat begitu cepat menyusuri setiap jalan yang berlubang itu. "Akan hendak kemana?", tanya sebagian orang rumah yang ingin tahu mengapa di siang bolong aku dan Ayah pergi berboncengan. "Hendak mencari cuan", kataku. Seminggu yang lalu mobil kesayangan ayah inova silver telah terjual kepada orang Ngawi, hari itu adalah pelunasan pembelian mobil, yang mana aku dan Ayah harus mengantar BPKB dan menerima uang pelunasan. Kalau kata orang sekarang adalah COD, aku dan Ayah COD disekitar Nganjuk, daerah pintu tol Nganjuk.

Perjalanan awal, ayah yang memboncengku di dalam benak pikiranku ini nostalgia seperti waktu kecil dulu. Berangkat dan pulang sekolah selalu di bonceng Ayah, namun sekarang berbeda Ayah sudah tua. Tapi tak apa semangatnya ayah masih seperti dulu saat muda. Perjalanan sekitar 1 jam setengah, berhasil sampai di tempat perjanjian ayah dengan pembeli mobil itu. Menunggu di pom bensin daerah gerbang tol. Lebih tepatnya di emperan musholanya, kita juga istirahat sejenak, me-rilex-kan otot-otot tangan dan kaki bahkan bokong yang dari tadi menghabiskan waktu di atas motor. Aku dan ayah berbincang-bincang banyak hal, yang mana aku jarang sekali berbincang lama dengan ayah. Selang beberapa jam kemudian, si pembeli mobil datang. Memakai mobil "kita", sayangnya sekarang bukan lagi milik kita. Mereka menghampiri kita, bersalaman, dan berbincang dengan ayah. Di setiap jeda percakapan, ku lihat ayah melamun sambil melihat mobil kesayangannya. Dalam hati aku iba sekali dan menyesal "ini salahku, kenapa ayah yang harus menanggungnya?", tak terasa air mata ku tumpah, untungnya aku memakai masker yang bisa menutupi kesedihanku. Selang beberapa jam kemudian si pembeli pamit, semua kepetingannya sudah selesai. Kini giliran aku dan ayah yang masih ada di tempat. Ayah tampak tersenyum tapi hatinya tidak. Mobil Innova putih kesayangan ayah kini telah terjual. Tidak ada mobil lagi di rumah. Momen yang menyedihkan dalam dua puluh satu tahun aku hidup.

Inova silver itu di beli ayah dan umma setelah menjual mobil panther biru dan menabung bertahun-tahun. Mungkin ada sekitar 9 tahun inova silver itu menemani keluarga ini. Aku menamainya Mr.Aderson. Mobil kesayangan ayah dan aku yang "merusak"nya. Mobil yang membawa keluarga ini kesana kemari. Mobil pertama ayah dan umma yang AC nya berfungsi. Mobil pertama ayah dan Umma yang paling bagus. Mobil pertama ayah dan umma kini sudah tiada. Tidak ada mobil inovva silver di parkiran rumah. Tidak ada lagi mobil Inovva silver yang membuat bertengkar Haris dan Umma. Benar-benar sudah tidak ada. Sangat berdosa, aku dalam hati.

Saat melihat ayah menatap mobil kesayangannya di hari terakhir, dalam dada yang sesak ini aku berjanji "akan memberikan ayah dan umma mobil baru nanti", dan berjanji tidak akan menikah sebelum mengembalikan 2kali lipatnya. Aku yang bersalah, tapi aku tidak tau bagaimana cara memperbaikinya. Besok, mungkin akan mendapat hujatan yang bertubi-tubi dari sanak saudara. Aku menyerah.

Maaf ayah umma.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline