Lihat ke Halaman Asli

Kebijakan Penggantian Kelas BPJS Kesehatan dengan KRIS: Menuju Layanan Kesehatan yang Lebih Merata dan Berkeadilan?

Diperbarui: 18 Juni 2024   21:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerbitkan aturan baru terkait jaminan kesehatan yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan. Kebijakan ini diumumkan pada 8 mei 2024 yang disambut dengan berbagai respons. Kebijakan ini menuai pujian dari beberapa pihak yang melihatnya sebagai langkah untuk meningkatkan kesetaraan dan kualitas layanan kesehatan bagi seluruh peserta BPJS. Namun, di sisi lain, terdapat pula kekhawatiran tentang potensi dampak negatifnya, seperti berkurangnya pilihan bagi pasien dan meningkatnya beban biaya bagi rumah sakit.

Adapun potensi manfaat kebijakan KRIS yakni KRIS diharapkan dapat menghapus disparitas layanan yang ada di antara kelas BPJS saat ini, di mana peserta kelas 1, 2, maupun kelas 3 mendapatkan fasilitas terbaik. Penerapan KRIS didorong oleh standar minimum pelayanan yang lebih ketat bagi rumah sakit. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas layanan kesehatan secara keseluruhan di seluruh rumah sakit yang bekerja sama dengan BPJS. Sistem kelas tunggal di bawah KRIS berpotensi menyederhanakan administrasi dan pengelolaan biaya bagi BPJS Kesehatan. Hal ini dapat menghasilkan efisiensi dan penghematan biaya dalam jangka panjang.

Disisi lain, terdapat kekhawatiran terkait kebijakan KRIS yakni KRIS dapat membatasi pilihan pasien dalam memilih rumah sakit dan jenis perawatan. Pasien kelas 1 yang terbiasa dengan layanan premium mungkin perlu beradaptasi dengan standar layanan yang lebih umum di bawah KRIS. Standar minimum pelayanan KRIS yang lebih tinggi dapat meningkatkan beban biaya bagi rumah sakit. Kekhawatiran muncul bahwa rumah sakit kecil atau yang berada di daerah terpencil mungkin kesulitan memenuhi standar tersebut, sehingga dapat berakibat pada berkurangnya jumlah rumah sakit yang bekerja sama dengan BPJS. Selain itu, belum ada kejelasan mengenai struktur iuran BPJS setelah penerapan KRIS. Kekhawatiran muncul bahwa iuran dapat mengalami kenaikan untuk mendanai peningkatan standar layanan di bawah KRIS.

Kebijakan penggantian kelas BPJS dengan KRIS memiliki potensi untuk meningkatkan kesetaraan dan kualitas layanan kesehatan bagi seluruh peserta. Namun, penting untuk mengantisipasi dan mengatasi potensi dampak negatifnya, seperti berkurangnya pilihan pasien dan meningkatnya beban biaya bagi rumah sakit. Pemerintah perlu melakukan sosialisasi yang komprehensif kepada masyarakat dan pemangku kepentingan lainnya untuk memastikan kelancaran implementasi KRIS. Selain itu, diperlukan monitoring dan evaluasi yang ketat untuk memastikan bahwa KRIS benar-benar mencapai tujuannya dalam mewujudkan layanan kesehatan yang lebih merata dan berkeadilan.

Pemerintah perlu memastikan bahwa standar minimum pelayanan KRIS benar-benar terpenuhi dan diawasi dengan ketat. Selain itu, perlu dipastikan bahwa iuran BPJS Kesehatan tetap terjangkau bagi seluruh peserta. Penting juga untuk meningkatkan kualitas dan pemerataan fasilitas kesehatan di seluruh Indonesia, terutama di daerah-daerah terpencil. Dengan implementasi yang matang dan transparan, KRIS diharapkan dapat menjadi langkah maju dalam mewujudkan sistem kesehatan yang lebih berkeadilan dan berkualitas bagi seluruh rakyat Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline