Lihat ke Halaman Asli

auliya nurrahima

Mahasiswi aktif Program Studi Administrasi Publik UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Distorsi Birokrasi pada Pelayanan Publik

Diperbarui: 8 Desember 2023   23:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

https://hukum.ipb.ac.id/wp-content/uploads/2023/06/lt56a645de71348-370x270.jpgInput sumber gambar

Distorsi dapat diartikan sebagai memutarbalikkan fakta, aturan, serta penyimpangan. Distorsi di sini mempunyai arti yang sangat negatif,sebab penafsiran yang keliru dipergunakan guna kepentingan pribadi dengan mengubah fakta yang ada. 

Distorsi  pelayanan publik mengacu pada kekurangan atau penyimpangan dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang dapat menimbulkan ketidakadilan, kesenjangan atau ketidakefektifan pelayanan yang bersangkutan. Kekeliruan penyajian dapat disebabkan oleh berbagai faktor seperti korupsi, birokrasi yang rumit, serta kurangnya transparansi dan akuntabilitas.

Penyelenggaraan urusan publik telah menghadapi berbagai distorsi serta permasalahan sejak awal perkembangannya,  terutama ketika negara-negara berkembang harus mengambil alih sistem administrasi negara-negara maju. Saat ini penyelenggaraan pemerintahan yang mengatur urusan publik suatu negara sedang mendapat perhatian masyarakat, khususnya di negara-negara berkembang seperti Indonesia. Salah satu faktornya adalah pergeseran fokus dari "administrasi publik" di bagian mana "Administrasi Publik" Negara bertindak dalam pelaksanaan tugas negara atau sebagai wakil tunggal dalam  kegiatan kenegaraan. Konsep ini menekankan bahwa kegiatan negara/pemerintah harus lebih berorientasi pada pelayanan publik yang luas, yang disebut administrasi publik.

Di berbagai negara, termasuk Indonesia, pelayanan publik menjadi salah satu indikator penilaian kualitas administrasi pemerintahan dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Tingkat keberhasilan administrasi publik atau pemerintahan dinilai berdasarkan sejauh mana pelayanan publiknya sesuai dengan tuntutan, kebutuhan, dan harapan masyarakat (Thoha, 1997:2).

Merujuk pada konsep Good Governance,Indonesia belum sepenuhnya mencapai kesuksesan sesuai harapan Reformasi. Masih terdapat kecurangan dan kebocoran dalam pengelolaan anggaran dan akuntansi, yang merupakan dua aspek utama dari Good Governance.Dalam konteks birokrasi Indonesia, konsep Good Government merujuk pada pemerintahan yang bersih dan memiliki otoritas yang kuat. Pemerintahan yang mampu menciptakan lingkungan yang nyaman dan memuaskan bagi semua pihak, dengan suasana kepemimpinan yang demokratis, menuju masyarakat yang adil dan sejahtera sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.

Meskipun telah dilakukan berbagai upaya reformasi selama perkembangan reformasi di Indonesia, upaya untuk memperbaiki citra buruk yang melekat pada birokrasi masih terus berlangsung. Pemerintah terus berusaha membentuk birokrasi yang ideal dan kondusif untuk mencapai tata pemerintahan yang baik (good governance). Harapannya adalah menciptakan pemerintahan yang bersih (clean governance). Konsep tata pemerintahan yang baik dan bersih bukan hanya bertujuan untuk mengelola sumber daya ekonomi dan finansial secara efisien, atau menyelenggarakan layanan publik tertentu, tetapi juga sebagai strategi reformasi yang komprehensif untuk memperkuat lembaga masyarakat sipil dan membuat pemerintah lebih terbuka, responsif, efisien, adaptif, akuntabel, dan demokratis (Rewa, 2015; Hanning, 2008).

Pihak-pihak yang dimaksud dalam konteks ini melibatkan lembaga-lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Ketiganya harus berkolaborasi, berkoordinasi, dan bersinergi untuk menjalankan tugas pemerintahan dan pembangunan. Realitas saat ini menunjukkan adanya permasalahan yang tidak bisa diabaikan, yaitu merebaknya korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) di dalam birokrasi Indonesia. Faktor penyebabnya mencakup lemahnya transparansi dan akuntabilitas dalam lembaga-lembaga yang rentan terhadap praktik-praktik tersebut. Sistem yang otoriter dan tidak demokratis turut berkontribusi pada ketidakmampuan pengawasan baik oleh lembaga negara maupun oleh masyarakat.

Namun pada kenyataannya,  masih banyak persoalan yang menjadi tantangan bagi pemerintah dan seluruh pihak yang terlibat baik langsung maupun tidak langsung dalam mendukung upaya tersebut. Hal ini menyebabkan distorsi pada sudut yang berbeda.

Distorsi pada pelaksanaan asas penyelenggaraan pemerintahan daerah dapat disebabkan oleh berbagai aspek, termasuk permasalahan dalam Pembagian Urusan Pemerintahan antara pusat dan sipil.

Lalu apa dampak dari distorsi birokrasi pada pelayanan publik itu sendiri?

Hilangnya Kepercayaan Masyarakat

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline