Lihat ke Halaman Asli

auliyaadibarahmafirdasari

Santri dan Mahasiswi PascaSarjana

Mengenali Ustad Abal-abal: Dampak Negatifnya terhadap Pendidikan Akhlak di Indonesia

Diperbarui: 12 Desember 2024   08:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pendidikan akhlak merupakan pondasi penting dalam pembentukan karakter bangsa, terutama bagi generasi muda. Di tengah kebutuhan akan pendidikan moral yang kuat, Indonesia kini menghadapi tantangan besar dalam dunia pendidikan akhlak. Salah satu masalah yang muncul adalah keberadaan ustad abal-abal, yang bukan hanya merusak citra agama, tetapi juga berdampak negatif pada pembentukan akhlak peserta didik.
Ustad abal-abal adalah sebutan bagi individu yang mengklaim diri sebagai pengajar agama atau ustad, namun tidak memiliki kredibilitas atau keilmuan yang memadai. Mereka seringkali memberikan ajaran yang tidak sesuai dengan syariat Islam atau bahkan menyesatkan. Dampaknya, bukan hanya merusak pemahaman agama, tetapi juga mengarah pada kerusakan moral yang lebih luas di masyarakat, terutama di kalangan generasi muda yang menjadi target utama pendidikan akhlak.

Di dunia pendidikan, ustad abal-abal sering kali muncul di berbagai lembaga pendidikan agama, mulai dari pesantren, majelis taklim, hingga institusi pendidikan formal. Mereka sering kali tampil percaya diri dengan menggunakan gaya berbicara yang meyakinkan, padahal ajaran yang mereka sampaikan sangat meragukan kebenarannya. Tanpa adanya pengawasan yang ketat, banyak lembaga pendidikan yang tanpa sadar menerima pengaruh dari ustad abal-abal ini.

Salah satu dampak langsung yang ditimbulkan adalah penurunan kualitas pendidikan akhlak. Generasi muda yang seharusnya mendapatkan contoh teladan dan ajaran yang benar tentang nilai-nilai moral, justru terjerumus dalam pemahaman yang salah. Ustad abal-abal sering kali menyampaikan ajaran yang tidak hanya kurang tepat, tetapi juga mengandung kebencian, diskriminasi, atau pemahaman yang bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam yang moderat dan damai.

Pendidikan akhlak yang buruk ini akan mempengaruhi perilaku siswa dalam kehidupan sehari-hari. Mereka yang terpapar dengan ajaran yang keliru akan cenderung mengembangkan sikap intoleran, egois, atau bahkan ekstrem. Dalam jangka panjang, hal ini akan menciptakan generasi yang tidak hanya kurang berakhlak, tetapi juga mudah terprovokasi oleh narasi-narasi radikal yang merugikan bangsa.

Selain itu, keberadaan ustad abal-abal juga merusak kepercayaan masyarakat terhadap lembaga pendidikan agama. Jika para orang tua merasa ragu atau tidak yakin dengan kualitas pengajaran yang diberikan, mereka akan enggan mengirimkan anak-anak mereka ke lembaga pendidikan tersebut. Akibatnya, mereka mencari alternatif lain yang lebih aman dan terpercaya, yang bisa mengarah pada ketidakstabilan dalam dunia pendidikan agama di Indonesia.

Fenomena ini juga memperburuk citra ulama dan pendakwah yang benar-benar berkompeten. Masyarakat sering kali melihat semua ustad atau pengajar agama dengan kecurigaan, tanpa membedakan antara mereka yang benar-benar memiliki ilmu yang mendalam dan yang hanya mengandalkan popularitas semata. Padahal, ulama yang sebenar-benarnya adalah mereka yang memiliki ilmu yang sahih, pemahaman yang luas, dan perilaku yang mencerminkan ajaran agama dengan benar.

Salah satu cara untuk menangani krisis ini adalah dengan memperkuat sistem pendidikan agama yang ada, baik di pesantren maupun lembaga pendidikan formal. Pihak berwenang perlu memastikan bahwa ustad yang mengajar di lembaga-lembaga ini benar-benar memiliki kompetensi yang memadai, baik dalam hal ilmu agama maupun dalam hal akhlak yang baik. Selain itu, perlu adanya pelatihan dan sertifikasi bagi para pengajar agama untuk memastikan kualitas pengajaran yang sesuai dengan nilai-nilai Islam yang moderat.

Pendidikan akhlak haruslah berorientasi pada pembentukan karakter yang mulia, bukan hanya sebatas pengetahuan agama. Oleh karena itu, lembaga pendidikan harus memberikan perhatian khusus terhadap akhlak para pengajarnya. Guru agama atau ustad yang baik tidak hanya mengajarkan teori, tetapi juga memberikan contoh teladan dalam kesehariannya. Hal ini akan lebih berpengaruh pada pembentukan karakter siswa dibandingkan dengan sekadar menyampaikan ajaran agama tanpa penghayatan yang mendalam.

Dalam menghadapi masalah ini, peran orang tua juga sangat penting. Orang tua harus menjadi filter pertama dalam memilihkan pendidikan yang baik bagi anak-anak mereka. Mereka harus memperhatikan dengan seksama siapa yang mengajarkan agama kepada anak-anak mereka dan memastikan bahwa pengajaran tersebut sesuai dengan ajaran agama yang benar. Selain itu, orang tua perlu memberikan pemahaman kepada anak-anak tentang pentingnya memilih guru yang berkualitas dan tidak mudah terpengaruh oleh narasi yang salah.

Kesimpulannya, keberadaan ustad abal-abal dalam dunia pendidikan akhlak di Indonesia menjadi masalah serius yang harus segera ditangani. Dampaknya tidak hanya pada kualitas pendidikan, tetapi juga pada masa depan moral bangsa. Oleh karena itu, penting bagi semua pihak---pemerintah, lembaga pendidikan, orang tua, dan masyarakat---untuk bersama-sama menciptakan sistem pendidikan agama yang benar-benar mendidik dan membentuk karakter anak bangsa sesuai dengan ajaran agama yang sebenarnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline