Lihat ke Halaman Asli

Aulia Suciati

Tukang Cerita

[LUKA] Cerita Cintaku di Pagi Hari

Diperbarui: 27 April 2019   10:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

pinterest.com

Kala pagi, aku mencari kopi. Aku yang bukan pecinta kopi sejati ini masih setia dengan kopi sasetan, boleh beli di warung dekat rumah. Setelah kuseduh, aku bawa ke luar rumah. Lalu aku melihat langit pagi, lebih indah dari kemarin hari. Kuhirup udaranya dalam-dalam sampai hinggap di dalam tubuhku sambil berharap agar aku sehat-sehat saja.

Kurasa aku akan lebih sehat setelah ini, setelah aku buang dia jauh-jauh. Dia... yang bahkan tidak pernah anggap aku benar-benar ada. Aku duduk, lalu kutaruh kopiku di atas meja di samping kananku.

Dia... teman kantorku, kami kerap bersama sejak training. Sesekali kalau ada waktu, kami jalan ke mana-mana yang kami suka. Tanpa takut perempuannya akan cemburu padaku, dia selalu datang padaku dan mengajakku ke mana saja, cerita apa saja, tanpa tahu perasaanku jadi semakin ada-ada saja. Laki-laki tampan super menawan sepertinya, mana iya melirik aku yang tidak dilihat sebagai ancaman oleh perempuannya yang punya riwayat sangat cemburuan.

Pada suatu waktu, dia mengajakku untuk makan di suatu restoran sebab dia mau traktir aku sesuatu berhubung dia dapat reward atas kinerjanya yang sangat baik. Namun perasaanku yang sudah menjadi tidak karuan terhadap dia dan selalu membuatku bingung harus bertingkah seperti apa di depannya, aku pun jadi tidak punya keberanian untuk berlama-lama berdua saja dengannya.

"Kamu ikut aku aja. Aku takut salah tingkah," ajakku pada temanku.

"Memangnya boleh? Segan, ah. Dia kan, mau traktir kamu."

"Biarin aja. Dia baik, kok. Nggak akan masalah nambah satu orang aja."

Karena tidak enak hati, maka aku hubungi dia, kutanyakan langsung pada dia apa temanku boleh datang atau tidak. Tanpa ragu, dia menjawab, "Boleh, kok. Ajak aja."

Segera kuhubungi kembali temanku sampai akhirnya dia mau.

Hari itu, pertama kalinya mereka bertemu. Temanku yang cantik dan periang cepat akrab dengannya. Sementara aku yang pendiam memang kerap diam saja, bahkan sebelum aku memandangnya lebih dari sekadar teman. Mereka membicarakan banyak hal, tentang pekerjaan sampai masa depan. Pembicaraan mereka sangat menarik, jauh lebih menarik dari aku yang suka ngawur dan bicara itu-itu saja, bahkan seringkali hanya bisa menunggunya berbicara. Di ujung perjumpaan, mereka bertukar nomor ponsel. Aku pun mulai cemburu.

Waktu itu aku tidak curiga apa-apa sebab dia sering ceritakan perkara percintaannya yang manis sekaligus rumit padaku. Dari ceritanya selama ini, tidak aku tangkap sedikit pun kesedihan atau kesengsaraan yang bisa dijadikan sebagai suatu alasan untuk kemudian dia menghubungi temanku... setiap hari. Temanku cerita tentang apa saja yang mereka bicarakan, terdengar manis seperti sudah menjadi kekasih. Aku merasa tidak perlu mengingatkan temanku bahwa dia sudah punya perempuan sebab dia sudah paham betul berhubung dia adalah sumur tempatku berteriak soal cintaku pada dia.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline