Lihat ke Halaman Asli

Aulia Suciati

Tukang Cerita

Melamun

Diperbarui: 11 September 2018   16:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

pexels.com

Sudah tiga hari saya tidak pakai deodoran dan saya tidak mencium ada bau yang tidak enak dari badan saya. Sebab biasanya tidak pakai sehari saja baunya sudah mampu membuat saya mengutuk hal-hal yang tidak berdosa.

Saya pun mengaitkannya dengan kondisi saya yang sekarang sedang suka ada di rumah saja. Jelas produksi keringat juga jadi lebih sedikit.

Baru kali ini lagi saya keluar rumah karena bosan dan butuh hiburan. Seperti duduk-duduk saja di taman sambil memikirkan tentang keberadaan makhluk luar angkasa yang mungkin saja sampai mengingat bagaimana sewaktu kecil saya menangis ketika melihat sampah dibuang sembarangan karena saya pikir mereka jadi harus terima nasib dilindas-lindas dan tidak punya teman sesama sampah di jalanan. Saya menghela napas. Tidak mau menjadi sampah itu.

Begitu taman mulai ramai, saya pun memutuskan untuk minggat. Saya menyeberangi jalan dengan jembatan penyeberangan. Kendaraan yang lalu-lalang amat bising sampai telinga saya minta ampunan. Mata saya malah menantang melihat kendaraan-kendaraan yang melaju terburu-buru itu. Sesekali ada angin yang mengempas. Terasa sejuk, tetapi tidak enak untuk dihirup.

Saya mendekat ke tepian, ingin tahu lebih banyak hal. Saya tengok kanan-kiri, waspada, apa ada yang menaruh tatapan curiga pada saya atau berbisik kalau saya gila dan butuh pertolongan. Syukurlah, tidak ada. Lantas saya melihat ke bawah dengan mantap. Ingin tahu semengerikan apa penampakan dari atas sini ke bawah. Saya segera mundur, berpikir, apa yang dipikirkan saya saat masih kecil. Dulu ibu suka memarahi saya karena saya gemar memanjat pohon mangga di rumah. Pakai rok pula, takut roknya tersangkut. Sekarang saya ngeri sekali dengan ketinggian.

"Kamu sudah dewasa. Pikiranmu lebih rasional," begitu kata teman saya waktu saya ceritakan itu.

Lebih rasional? Tetapi saya masih suka berpikir kalau saya bisa melakukan sihir jika ada kemauan untuk belajar. Mungkin dengan bantuan ahli sihir juga. Saya tidak mau belajar sebab kata guru agama saya itu musyrik.

Apa saya bodoh karena mencampur soal menjadi takut ketinggian dan masih berpikir untuk menjadi penyihir?

Jika dilihat-lihat kembali, ketinggian memang cukup menarik. Menakutkan. Di sisi lain, juga membuat penasaran.

Saya mendekat kembali ke tepian, lalu mengambil foto dengan ponsel saya dari jarak yang aman. Saya kirimkan ke teman saya, juga disertai tulisan.

Kira-kira, bagaimana rasanya terbang sebagai manusia?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline