Seina duduk bersandar di kasurnya, asyik bermain HP. Musik mengalun dari headset yang terpasang di telinganya dan jemarinya bergerak cepat mengirim pesan kepada teman-temannya.
Hari itu, ia merasa santai dan tak ada hal yang mengganggu pikirannya.
Namun, ketenangan itu tiba-tiba berubah ketika pintu kamarnya terbuka lebar.
Bundanya berdiri di ambang pintu dengan wajah penuh amarah, membuat Seina terkejut dan segera melepas headsetnya.
Dalam hati seina merasa resah 'ya Allah bunda sepertinya akan marah besar aku salah apalagi ya?'.
"Seina!" teriak bunda dengan nada tinggi. "Apa yang kamu lakukan main HP terus?! Kamu nggak tahu kalau Ayah baru aja ambil rapor kamu di sekolah?".
Seina menatap bundanya dengan wajah bingung. "Aku... cuma main sebentar bun. Memangnya kenapa?"
Bunda melangkah masuk dengan cepat. Mata bunda penuh amarah seperti berapi-api.
"Ayah tadi telepon bunda! Nilai kamu turun, Seina! Turun drastis! Selama ini kamu bilang sudah belajar, tapi ternyata hasilnya begini?"
Seina terdiam, hatinya mulai berdebar. Ia tahu bahwa nilai-nilainya memang buruk belakangan ini, dan ia mulai merasa bersalah.
"A-aku minta maaf, bun."